DUA orang suporter Persib Bandung ditangkap dan ditetapkan Polrestabes Bandung akibat dugaan perusakan Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) pada 24 Mei 2025 lalu.
Aksi tersebut terjadi di tengah euforia menyambut Persib Bandung juara kompetisi Liga 1 2024-2025.
Saat perayaan juara, ada aksi perusakan stadion berupa pengambilan rumput dan garis gawang di Stadion GBLA.
Kedua suporter tersebut dijerat Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang dan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama terhadap orang dan barang.
Langkah Polrestabes Bandung menangkap dan menetapkan tersangka kedua suporter tidak lepas dari atensi Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, yang mengunggah aksi suporter Persib di Instagramnya dengan harapan keduanya dipidana atau dimasukan barak militer.
Bagi Dedi Mulyadi, aksi tersebut "merusak karakter Suporter Persib".
Aksi perusakan stadion atau benda apapun, secara hukum positif memang tidak dapat dibenarkan, apapun alasannya. Aturan hukum positif sudah memiliki instrumen yang mengatur perusakan sebagai tindakan pidana, dua di antaranya adalah pasal 406 dan 170 KUHP.
Lantas, sudah tepatkah memidanakan suporter sepakbola yang melakukan euforia kebablasan?
Baca juga: Melampaui Sepak Bola: Persib adalah Identitas Budaya
Sekali lagi jika merujuk hukum positif, tentunya langkah tersebut sudah tepat. Namun, jika kita melihat suporter sepak bola sebagai entitas sosial yang memiliki subkultur tertentu, euforia seperti yang dilakukan suporter Persib sebenarnya bukan sesuatu yang "original" milik suporter Persib pada 24 Mei 2025.
Beberapa tahun lalu, ketika Persija juara, ada bus Transjakarta yang dicoret-coret dengan tulisan "Persija Juara".
Bahkan di negara dengan sepak bola semaju Italia, ketika AS Roma juara pada 2001, terjadi aksi yang sama dengan aksi yang terjadi di GBLA.
Romanisti, sebutan suporter AS Roma, mengambil rumput hingga garis gawang Stadion Olympico. Tidak hanya stadion, baju pemain AS Roma juga dilucuti sebagai kenang-kenangan juaranya klub tersebut.
Aksi serupa, euforia berlebihan saat timnya juara, banyak terjadi termasuk di negara-negara yang sepakbolanya maju.
Bahkan saat Timnas menjuarai Sea Games 2023 lalu, ada pawai di jalan protokol Jakarta yang bahkan dihadiri beberapa pejabat seperti Erick Thohir.
Apapun alasannya, konvoi di jalan protokol tentunya berdampak, apalagi kepada mereka yang tidak meminati sepak bola.