PALANGKA RAYA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mendorong pelaku tambang emas ilegal agar mengurus perizinan sesuai ketentuan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Langkah ini dilakukan untuk menekan angka kecelakaan kerja akibat lemahnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tambang ilegal.
Kasus pertambangan tanpa izin (PETI) atau ilegal masih kerap terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Akibat maraknya pertambangan ilegal, kecelakaan kerja di wilayah pertambangan masih sering terjadi, sebab pekerja di tambang ilegal tidak dilindungi oleh prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) menyatakan bahwa pekerja di sektor pertambangan harus mengantongi izin agar usahanya legal, sehingga prinsip keselamatan kerja dapat dijaga.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalteng Vent Christway menjelaskan, kasus tambang ilegal dapat ditekan jika diberikan izin, sehingga dapat ikut menekan angka kecelakaan kerja.
Baca juga: Jaro Ade: Jalan Tambang Jadi Solusi Kurangi Beban Parung Panjang
“Kalau diberikan izin kan, prinsip K3-nya bisa terpenuhi, sehingga meminimalkan risiko kecelakaan kerja,” ujarnya kepada wartawan di Palangka Raya, Minggu (13/7/2025).
Vent menjelaskan bahwa pertambangan yang belum memiliki izin atau liar dapat dilegalkan, tetapi dengan ketentuan lokasi pertambangan itu berada di wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan mengurus izin.
“PETI, sepanjang berada dalam WPR dan mereka mengurus izin, terbuka bagi masyarakat setempat untuk mengelolanya, tapi WPR ini bukan untuk perusahaan pertambangan skala besar, melainkan hanya untuk masyarakat,” imbuh dia.
PETI di Kalteng marak terjadi dan biasanya dikelola oleh masyarakat perorangan atau kelompok, tentunya tanpa memiliki legalitas. Salah satu lokasi yang banyak jadi tempat PETI adalah pinggir sungai, tempat di mana masyarakat bisa menambang emas.
“Kami sarankan WPR ini tidak di wilayah sungai, usulan dari pemerintah kabupaten untuk WPR, tidak ada yang masuk wilayah sungai,” bebernya.
Warga juga bisa mengurus izin dengan lebih dulu membentuk koperasi atau badan untuk bisa melegalkan tempat pertambangannya. Syaratnya, wilayah yang dijadikan lokasi penambangan berada dalam WPR.
Baca juga: Alasan Wilayah Pertambangan dan Perkebunan di Kalteng Rawan Peredaran Narkoba
Pihaknya sudah menerima usulan WPR dari 6 kabupaten, di antaranya Gunung Mas, Barito Utara, Murung Raya, Kapuas, dan Kotawaringin Barat.
Ketentuan usulan WPR, lanjut Vent, maksimal 100 hektare hamparan untuk satu lokasi WPR yang diusulkan.
“Kondisi geografis wilayah usulan WPR dari 6 kabupaten itu memang variatif, tetapi kebanyakan yang topografi wilayahnya landai sampai agak curam, kalau landai umumnya di daerah aluvial, kalau berbukit bergelombang itu di daerah hulu,” bebernya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini