NUNUKAN, KOMPAS.com – Di sudut ruang kelas yang sederhana itu, Kepala SDN 005 Sebatik Tengah, Mursidah, berdiri dengan tatapan penuh harap.
Di hadapannya, tawa dan tepuk tangan murid-muridnya membahana, begitu lepas dan bersemangat.
Mereka terpukau oleh dongeng dan permainan Sains Teknologi Enginering dan Matematika (STEM) yang dibawakan tim relawan ekspedisi Jagat Literasi Kompas.com, Selasa (12/8/2025).
Metode belajar yang asyik itu seolah menyihir anak-anak di perbatasan RI-Malaysia ini. Mereka yang biasanya hanya terpaku pada buku pelajaran, kini berebut menjawab pertanyaan, mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya.
Melihat pemandangan itu, seulas senyum terukir di wajah Mursidah, namun ada segurat kegelisahan di matanya. Ada sebuah keinginan tulus yang terucap lirih.
"Kami juga ingin seperti itu. Tapi sekolah belum punya buku-buku cerita. Kita hanya membacakan cerita ketika ada dalam buku yang sedang kita ajarkan saja," ujar Kepsek SDN 005 Sebatik Tengah, Mursidah.
Keinginan itu bukanlah tanpa alasan. SDN 005 Sebatik Tengah mulai berdiri sekitar 2002 dengan bangunan kayu dan status sekolah filial.
Tahun 2003, sekolah berubah status menjadi negeri, dan baru dibangun secara permanen pada 2023.
Ketiadaan buku-buku cerita dan perpustakaan, membuat proses belajar diakui Mursidah terasa sedikit monoton.
"Seandainya kami punya buku-buku cerita, kami mau juga membuat anak anak kami antusias belajar seperti yang dilakukan relawan Kompas.com," kata Mursidah mengulang harapannya.
Baca juga: Misi Ekspedisi Dari Kata ke Nyata, Saat Dongeng Sampah Laut Jadi Cermin Realita Anak Sebatik
Sejauh ini, sekolah dengan sekitar 130an murid ini berusaha memenuhi kebutuhan buku sedikit demi sedikit, khususnya buku pelajaran.
Namun usaha mereka justru sia-sia, ketika kurikulum selalu berganti.
Ia menjabarkan, sejak 2004, sekolahnya telah melewati empat kali perubahan sistem pendidikan, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004), KTSP (2006), Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka (2022).
Aturan baru yang mewajibkan 10 persen dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli buku seolah menjadi dilema. Buku yang sudah dibeli dengan susah payah, tiba-tiba tak lagi relevan saat kurikulum baru diterapkan.
"SDN 005 Sebatik Tengah selalu menjadi korban kebijakan. Buku yang kami beli tak terpakai. Guru terus beradaptasi dan menjadi kendala dalam mengajar anak-anak," keluh Mursidah.