MAGELANG, KOMPAS.com - Sebanyak 4.000 siswa dilaporkan menjadi korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam delapan bulan terakhir, menurut data dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Menyikapi hal ini, Indef mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara program yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menanggapi temuan. Pihaknya tetap mendukung keberlanjutan MBG dan akan menyiapkan sekolah-sekolah sebagai penerima manfaat dari program tersebut.
"Bahwa ada berbagai peristiwa, sebagian anak-anak keracunan, mudah-mudahan bisa menjadi bahan evaluasi," ujarnya di Masjid Agung Jawa Tengah, Kabupaten Magelang, Jumat (5/9/2025).
Baca juga: Diduga Keracunan MBG, 232 Siswa SMAN 1 Panji Situbondo Diare
Mu'ti menambahkan, MBG akan tetap berjalan dan disempurnakan secara bertahap.
"MBG, sesuai arahan Bapak Presiden, tetap akan jalan terus. Dan, secara bertahap akan terus disempurnakan dan ditingkatkan," tutur dia.
Ia juga mengungkapkan, pemeriksaan capaian gizi setelah pelaksanaan MBG akan segera dilakukan, meskipun tidak menyebutkan jadwal pastinya.
"Pemeriksaan bisa lintas sektoral dengan Kementerian Kesehatan atau mitra lainnya," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Ekonomi dan UMKM Indef, Izzudin Al Farras, menilai pemerintah tidak seharusnya menganggap ribuan korban keracunan MBG hanya sebagai angka statistik.
“Kami mendorong agar setelah evaluasi, setelah dihentikan sementara, kemudian dievaluasi,” ujar Farras dalam sesi diskusi Indef secara daring, Kamis (4/9/2025).
Baca juga: Kepala Sekolah di Polewali Mandar Tolak Tanda Tangani MoU MBG, Apa Isinya?
Farras menekankan, angka keracunan MBG belum mencerminkan secara menyeluruh persoalan mendasar lainnya, seperti lemahnya perencanaan dan pengawasan program di berbagai daerah.
Ia mencatat sejumlah pemberitaan media massa yang mengungkap berbagai temuan di lapangan.
Mulai dari masalah bahan mentah yang dipasok ke SPPG atau dapur umum, dugaan penggunaan minyak babi pada nampan MBG, serta praktik mark-up anggaran yang bahkan diakui Badan Gizi Nasional.
Jika masalah mendasar ini tidak segera dibenahi, rencana pemerintah untuk memperluas cakupan program dengan alokasi anggaran yang meningkat dari Rp 71 triliun pada tahun ini menjadi Rp 335 triliun pada APBN 2026.
Hal ini berpotensi memperbesar jumlah korban, seiring dengan membengkaknya anggaran yang digelontorkan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini