BLITAR, KOMPAS.com – WV (12), siswa baru korban bullying dan pengeroyokan di SMPN 3 Doko, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, meminta pindah sekolah meskipun telah bersedia berdamai dengan para pelaku.
Kepala Polres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman, mengatakan bahwa WV tidak bersedia bertahan di SMPN 3 Doko meskipun telah memberikan maaf secara tertulis kepada para pelaku dalam penyelesaian kekeluargaan pada Kamis (24/7/2025).
“Iya (tidak bersedia bertahan di SMPN 3 Doko). Korban minta pindah sekolah,” ujar Arif saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (28/7/2025) malam.
Baca juga: Polisi Berhasil Tempuh Jalur Diversi dalam Kasus Bullying Siswa SMPN di Blitar
Arif tidak menjawab saat ditanya apakah permintaan WV untuk pindah ke sekolah lain membuktikan trauma psikis yang ia alami.
Dia hanya mengatakan bahwa pihak keluarga WV juga meminta agar WV terus mendapatkan pendampingan dalam menjalani trauma healing untuk pemulihan kondisi psikisnya.
“Pihak pelapor menginginkan pendampingan pemulihan psikologis dan trauma healing,” ucapnya.
Baca juga: Soal Sound Horeg, Kapolres Blitar: Silakan Lapor, Kami Akan Datang
WV menjadi korban bullying dan pengeroyokan oleh belasan siswa senior pada Jumat (18/7/2025) di lingkungan sekolah yang terletak di Desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, ketika berangsung program masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
Tidak hanya mengalami trauma psikis, WV juga menderita sejumlah luka-luka di tubuhnya akibat pukulan dan tendangan oleh para pelaku.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Blitar AKP Momon Suwito Pratomo mengatakan bahwa Polres Blitar berhasil menyelesaikan penanganan kasus tersebut dengan diversi atau penyelesaian di luar peradilan pidana.
Diversi, kata Momon, wajib diupayakan pihak kepolisian ketika korban dan pelaku merupakan anak di bawah umur sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradila Pidana Anak.
“Dalam proses penyidikan, sudah kita menetapkan 14 anak saksi sebagai Anak (pelaku). Kalau dulu istilahnya ‘anak pelaku’ tapi sekarang istilahnya ‘Anak’ dengan ‘A’ besar,” ujar Momon saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin malam.
“Kita wajib melakukan upaya diversi dalam proses ini dan telah berhasil kita laksanakan pada Kamis (24 Juli 2025) lalu,” tambahnya.
Kata Momon, 14 anak pelaku itu masing-masing berusia 13 tahun dan 14 tahun.
Menurut Momon, salah satu syarat diversi adalah adanya perdamaian antara pihak pelapor dan pihak terlapor. Pelapor maupun korban memberikan maaf dan tidak mempersoalkan lagi perkara secara hukum.
Diberitakan sebelumnya, kasus perundungan dan pengeroyokan menimpa seorang siswa baru SMP Negeri 3 Doko yang bernama inisial WV (12) pada Jumat (18 Juli 2025).
Kasus yang video rekamannya viral di media sosial itu dilakukan oleh sekitar 20 siswa senior ketika berlangsung MPLS di sekolah yang terletak di Desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar itu.
Akibatnya, WV mengalami trauma psikis serta luka-luka di sejumlah bagian tubuhnya akibat olok-olok disertai pemukulan dengan tangan kosong secara bergantian oleh para pelaku.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini