Koleksi yang dipamerkan dalam kegiatan ini juga berasal dari berbagai komunitas di Nusantara, seperti Lombok, Jakarta, Cirebon, Bali, dan Malang Raya.
Sebagian merupakan koleksi turun-temurun yang pada akhirnya alih rawat karena ahli warisnya tidak lagi menggemari.
Di area bursa, keris diperjualbelikan dengan harga bervariasi. Jimi menyebut harga dimulai dari kisaran Rp 1 juta hingga ratusan juta rupiah.
"Kalau yang mahal itu biasanya 'kinata', ada emasnya. Itu biasanya di angka ratusan juta," ungkap Jimi.
Ia juga menambahkan, bahwa banyak pejabat dan tokoh publik yang mengoleksi keris.
Termasuk, Presiden Prabowo yang sering memberikan cinderamata pusaka kepada pemimpin negara lain, serta Fadli Zon yang juga menjabat sebagai Ketua Umum SNKI (Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia).
Kegiatan yang kental dengan nuansa pelestarian budaya ini diinisiasi Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur II Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang juga memiliki komunitas pecinta keris dan pusaka bernama Paguyuban Seni Tempa Indonesia (Pasti).
Baca juga: Keris, Pusaka Lambang Persatuan Bapa Angkasa dan Ibu Pertiwi
Kepala Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur II, Agus Sudarmadi menyampaikan, dirinya juga merupakan kolektor pusaka dengan koleksi pribadi mencapai sekitar 150 bilah.
Salah satu meja pameran bahkan menampilkan koleksi pribadinya, seperti keris Nogorojo era Mataram Sultan Agung dan beberapa tombak era Demak serta Majapahit.
Ia menyebut bahwa di Kemenkeu, Paguyuban Pasti berkembang cukup baik dan berhasil melakukan transformasi pengetahuan ke generasi muda.
"Yang menarik adalah bukan hanya orang tua. Bahkan ada generasi Z di Kementerian Keuangan juga sudah mulai tertarik dengan keris."
"Karena tadi, makna keris yang kami sampaikan itu bukan sekedar bendanya, tapi makna dari kenapa keris ini ada, kenapa dibuat, doanya di situ yang luar biasa," tutur Agus.
Ia juga menjelaskan, bahwa pihaknya yang utamanya turut bertugas menjaga negara dan neraca dalam keuangan negara tidak bisa lepas dari peradaban dan budaya.
"Tanpa kita melibatkan budaya, ya mendayakan budi, melihat orang, barang, dokumen, transport, maka tidak akan berjalan dengan sejahtera," kata Agus.
Ia menegaskan bahwa untuk maju, suatu bangsa harus belajar dari para pendahulunya, termasuk kerajaan besar di Jawa Timur seperti Singasari dan Majapahit.
Baca juga: Keris Pusaka Disematkan, KBPH Suryodilogo Dinobatkan Jadi Paku Alam X