KOMPAS.com - Suku Betawi punya tradisi, budaya, hingga adat istiadat yang kaya, termasuk dalam hal ini bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Bicara soal bahasa, masyarakat suku Betawi umumnya menggunakan kata gue untuk menunjuk diri sendiri, dan elu untuk menujuk lawan bicaranya.
Saat Kompas.com mampir ke Pameran Plesir Betawi Pesisir, Rumah Si Pitung, Jakarta Utara pada Rabu (22/10/2025), ada penjelasan mengapa kata gue dan elu muncul jadi sapaan sehari-hari masyarakat suku Betawi.
Baca juga:
Berdasarkan informasi di area pameran, bahasa Betawi faktanya muncul dari percampuran antara budaya yang dibawa oleh para pendatang pada zaman dahulu dengan budaya masyarakat setempat.
Khususnya bagi masyarakat Betawi pesisir, wilayah mereka pada zaman dahulu menjadi bejana peleburan dari berbagai budaya.
Sehingga, terjadilah akulturasi budaya pendatang dan budaya setempat, yang kemudian membentuk budaya baru.
Kata "gue" dan "elu" merupakan kosakata serapan dari bahasa kelompok masyarakat yang pernah tinggal di sana seperti Sunda, Jawa, Bali, Tionghoa, Portugis, Belanda, Bugis, dan lain-lain.
Baca juga:
"Secara umum, Bahasa Betawi adalah Bahasa Melayu-Jakarta. Bahasa ini berasal dari bahasa Melayu yang kemudian diperkaya dengan berbagai kosakata dari bahasa-bahasa lain tadi," dikutip dari papan informasi pada Pameran Plesir Betawi Pesisir, Rumah Si Pitung, Jakarta Utara, Rabu (22/10/2025).
Tidak hanya dari kosakata, dialek orang Betawi yang tinggal di pusat kota dan yang tinggal di pinggiran kota pun berbeda.
Misalnya, orang Betawi yang tinggal di kawasan pesisir Jakarta, seperti Tanjung Priok, menggunakan sapaan "encing" untuk sebutan paman.
Sementara orang Betawi yang tinggal di kawasan Jakarta bagian selatan, menggunakan sapaan "mamang" untuk sebutan paman. Panggilan ini menunjukkan adanya pengaruh dari bahasa Sunda di kawasan selatan Jakarta.
Baca juga: Museum Betawi: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket
Potret Pameran Plesir Betawi Pesisir, Rumah Si Pitung, Jakarta Utara, Rabu (22/10/2025). Jika melihat jejak peradaban Betawi, label "Betawi" sebagai kelompok etnis nyatanya baru muncul antara tahun 1815 dan 1893.
Pada zaman itu, salah satu tokoh Betawi pada masa Hindia Belanda bernama Muhammad Husni Thamrin, mendirikan kelompok Persatoean Kaoem Betawi pada 1923.
Setelah itu, identitas tersebut resmi tercatat dalam registrasi penduduk Batavia pada 1930.
Ada beragam interpretasi asal usul munculnya nama Betawi. Ada yang mengaitkannya dengan kayu akasia guling Betawi (Cassia glauca).
Akasia guling Betawi ini sejenis tanaman perdu yang kayunya digunakan sebagai gagang keris atau pisau. Kayu ini banyak tumbuh di wilayah Nusa Kelapa.
Baca juga: Rumah Si Pitung, Jejak Sang Legenda Betawi di Marunda
Pendapat lainnya, ada pula yang menyebut bahwa nama "Betawi" berasal dari kata "Batavianen", sebutan untuk kelompok masyarakat yang terbentuk dari perpaduan etnis di Batavia.
Konon, istilah "Betawi" merupakan adaptasi lokal dari nama kolonial "Batavia" yang melalui proses linguistik penghilangan bunyi "a" agar lebih mudah diucapkan. Sehingga, dari "Batavia" berganti menjadi "Batawi" lalu "Betawi".
Wisatawan yang ingin tau lebih dalam mengenai budaya suku Betawi bisa mampir ke Pameran Plesir Betawi Pesisir, Rumah Si Pitung, Jakarta Utara.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang