Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Rapa’i Uroh Duek, Alat Musik Tradisional Lhokseumawe

Kompas.com - 02/11/2025, 13:01 WIB
Masriadi ,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com – Suara mesin ampelas bertautan dengan kayu terdengar keras di sudut ruangan Desa Blang Weu Panjo, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Sabtu (1/11/2025).

Di situlah satu-satunya tempat memproduksi alat musik tradisional Kota Lhokseumawe, rapa’i uroh duek. Alat musik tabuh itu disusun rapi di sudut ruangan. 

Sebagian bahan baku kayu berantakan, serbuk dan serpihan kayu menumpuk. Rapai uroh duek, merupakan salah satu alat musik tradisional dan cagar budaya khas Lhokseumawe.

Baca juga: Lhokseumawe Punya Situs Wisata Sejarah Goa Jepang, Sayang Terbengkalai

Alat ini bukan sekadar alat musik, tapi juga simbol spiritual, sosial, dan identitas masyarakat Pasee (sebutan untuk Kota Lhokseumawe, Bireuen dan Kabupaten Aceh Utara) masa lampau.

Memiliki bentuk khas seperti bingkai kayu bundar, dilapisi kulit kambing, dan memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan rapai pada umumnya. Rapai Uroh Duek sendiri merujuk pada bunyi khas yang dihasilkannya yaitu duk, mendalam dan bergetar.

Selain menonjolkan kekuatan irama dan lirik, pada setiap tabuhan juga memiliki makna, setiap jeda adalah ruang untuk meresapi pesan yang terkandung dalam syair-syairnya.

Rapai Uroh Duek merupakan sebuah rapai duduk bersama. Dalam pertunjukan ini, para pemain disebut seurunee rapai duduk melingkar, menandakan kesetaraan dan kebersamaan. Tak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, semua bersatu dalam dentuman yang sama.

“Ada tiga jenis rapa’i ini, tergantung ukurannya. Mulai berukuran 18 inci setengah, 19 dan 20 inci, pada ukuran tersebut yang menjadi perbedaan antara rapa'i uroh duek dengan rapai lainnya,” kata pengrajin pembuat rapa’i Junaidi.

Baca juga: Lama Ditutup, Waduk Lhokseumawe Dibuka Lagi untuk Umum

Tangannya cekatan melihat mesin. Membentuk kayu menjadi alat musik populer di Aceh itu. Cara bermain dalam rapai uroh duek yaitu dimainkan oleh tim, yang nantinya nada atau pun dentuman serta skil penabuh rapa’i saling beradu.

Rapa’i uroh duek selain ditampilkan pada suatu kegiatan tertentu, saat ini juga masih terdapat beberapa desa masih memainkannya.

Junaidi di Desa Blang Weu Panjo, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Sabtu (1/11/2025).KOMPAS.COM/MASRIADI SAMBO Junaidi di Desa Blang Weu Panjo, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Sabtu (1/11/2025).

Dia menuturkan, pembuatan rapai bahannya dasarnya harus menggunakan kayu jenis tualang, serta kulit kambing betina yang sudah tua serta telah melalui pengasapan yang cukup lama.

“Bahannya harus kayu tualang, karena itu berpengaruh pada bunyi yang dihasilkan nanti, itu yang membuat beda dengan rapai lainnya, lantaran terdapat beberapa rapai bisa menggunakan jenis kayu lain,” imbuh Junaidi.

Baca juga: Harga Tiket dan Jam Buka Pantai Lancok, Wisata Dekat Lhokseumawe

Kini, musik tradisi berebut panggung dengan musik modern di Lhokseumawe. Musik modern berupa kelompok band kini menempati panggung live musik di sejumlah kafe. Butuh perhatian khusus pemerintah, agar alat musik ini lestari.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Pembangunan Lift Kaca Kelingking Beach Disetop Sementara, Dipasang Garis Polisi
Pembangunan Lift Kaca Kelingking Beach Disetop Sementara, Dipasang Garis Polisi
Travel News
Dihadang Angkutan Umum, Transjakarta Hentikan Sementara Rute Pulogadung–Kampung Melayu
Dihadang Angkutan Umum, Transjakarta Hentikan Sementara Rute Pulogadung–Kampung Melayu
Travel News
3 Karya Budaya Wonosobo Masuk Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025
3 Karya Budaya Wonosobo Masuk Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025
Travel News
Libur Akhir Tahun, Waspada Puncak Musim Hujan dan Baca Tips Ini
Libur Akhir Tahun, Waspada Puncak Musim Hujan dan Baca Tips Ini
Travel News
KA Bukit Serelo Kertapati-Lubuk Linggau, Harga Tiket Rp 32.000
KA Bukit Serelo Kertapati-Lubuk Linggau, Harga Tiket Rp 32.000
Travelpedia
7,2 Ton Sampah Diangkut dari Kawasan Pantai Tanjung Aan NTB
7,2 Ton Sampah Diangkut dari Kawasan Pantai Tanjung Aan NTB
Travel News
Wonderful Indonesia Wellness 2025 Digelar di Solo dan Yogya Sebulan Penuh
Wonderful Indonesia Wellness 2025 Digelar di Solo dan Yogya Sebulan Penuh
Travel News
Tren Pariwisata Dunia Bergeser, Gen Z Makin Doyan Liburan
Tren Pariwisata Dunia Bergeser, Gen Z Makin Doyan Liburan
Travel News
Super Air Jet Buka Rute Jakarta-Kediri PP 10 November, Terbang 3 Kali Seminggu
Super Air Jet Buka Rute Jakarta-Kediri PP 10 November, Terbang 3 Kali Seminggu
Travel News
Harga Tiket Jalur Pendakian Gunung Rinjani 2025 Terbaru, Simak!
Harga Tiket Jalur Pendakian Gunung Rinjani 2025 Terbaru, Simak!
Travel News
3 November, Harga Tiket Jalur Pendakian Gunung Rinjani Naik
3 November, Harga Tiket Jalur Pendakian Gunung Rinjani Naik
Travel News
Tak Menyeramkan, Hantu di Saloka Theme Park Diajak Foto Manusia
Tak Menyeramkan, Hantu di Saloka Theme Park Diajak Foto Manusia
Travelpedia
Mengenal Rapa’i Uroh Duek, Alat Musik Tradisional Lhokseumawe
Mengenal Rapa’i Uroh Duek, Alat Musik Tradisional Lhokseumawe
Travelpedia
Sejarah Keraton Surakarta, Dulu Istana Kerajaan Mataram Islam
Sejarah Keraton Surakarta, Dulu Istana Kerajaan Mataram Islam
Travelpedia
Pakubuwono XIII Wafat, Raja Keraton Surakarta yang Naik Tahta Sejak 2004
Pakubuwono XIII Wafat, Raja Keraton Surakarta yang Naik Tahta Sejak 2004
Travelpedia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau