KOMPAS.com - Koalisi Cek Fakta memperingatkan adanya sebaran narasi propaganda yang berpotensi mendelegitimasi aksi unjuk rasa sepanjang Agustus hingga September 2025.
"Publik sebaiknya selalu berhati-hati dan kritis saat menerima informasi. Jangan sampai terjebak mengamplifikasi propaganda hingga informasi yang mengedepankan ketakutan," ungkap Koalisi Cek Fakta melalui rilis pers yang diterima Kompas.com, Rabu (3/9/2025).
Koalisi yang terdiri atas sejumlah lembaga dan media di Indonesia tersebut mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyaring setiap informasi yang diterima.
Sebaiknya, tidak menyebarkan informasi yang dinilai tidak jelas sumber awalnya, berbasis klaim tanpa bukti, dan mengedepankan ketakutan.
Koalisi Cek Fakta juga mengimbau kepada jurnalis agar mengedepankan verifikasi dan mematuhi kode etik.
Selain itu, perlu adanya kesadaran dari jurnalis untuk menghindari mengamplifikasi propaganda dan disinformasi.
Berdasarkan pantauan Koalisi Cek Fakta, sedikitnya ada 20 ragam misinformasi dan disinformasi terkait aksi unjuk rasa yang berlangsung mulai 25 Agustus 2025.
Sebagian besar narasinya memuat informasi palsu yang berpotensi menyebar ketakutan.
Misalnya, pesan berantai mengenai jam malam, pembatasan aktivitas, penempatan penembak jitu, hingga provokasi untuk rush money.
Maka, Koalisi Cek Fakta mengajak agar publik dan media mempertimbangkan agar tidak menyebarkan narasi yang berisiko memperburuk situasi.
Hindari narasi yang berpotensi membahayakan atau melanggar privasi.
Pastikan untuk selalu memberikan konteks, klarifikasi, dan meminimalisir detail yang dapat disalahgunakan.
Salah satu narasi propaganda yang beredar yakni adanya campur tangan asing dalam gelombang aksi protes akhir Agustus 2025.
Bahkan, media arus utama memberi ruang pada narasi propagandis Rusia, Angelo Guiliano.
Pernyataan Guiliano dimuat dalam artikel media Rusia Sputnik bertajuk "Soros, NED Could Be Behind Indonesian Protests" pada 31 Agustus 2025.