KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri disebut sebagai pihak yang menghambat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Narasi tersebut marak beredar di media sosial, misalnya dibagikan akun TikTok ini. Akun itu menuding Megawati sebagai dalang RUU Perampasan aset tidak pernah disetujui.
Adapun pengesahan RUU Perampasan Aset termasuk dalam "17+8 Tuntutan Rakyat", yang mengemuka dari aksi demonstrasi di berbagai daerah Indonesia sejak akhir Agustus 2025.
Salah satu poin gerakan itu yakni DPR harus segera mengesahkan RUU Perampasan Aset dalam masa sidang tahun ini untuk menunjukkan komitmen serius memberantas korupsi, diiringi dengan penguatan independensi KPK dan UU Tipikor.
Untuk diketahui, RUU Perampasan Aset pertama kali diusulkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008.
Namun, setelah 17 tahun diusulkan dan melewati tiga periode kepresidenan, rancangan aturan ini belum juga menjadi undang-undang.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pernah menuturkan lika-liku perjalanan RUU Perampasan Aset dalam program Gaspol! Kompas.com yang tayang di YouTube pada 12 Mei 2025.
Awalnya, Mahfud bercerita soal RUU Perampasan Aset yang tidak kunjung disahkan. Padahal ia sudah berulang kali meminta DPR mengesahkan RUU tersebut
Pemerintah pun berkali-kali mengajukan RUU Perampasan Aset.
Mahfud menilai, penolakan tersebut kemungkinan bukan semata-mata administratif, melainkan juga bernuansa politis.
Ia bahkan menyebut pernah mendapat respons satire dari Ketua Komisi III DPR saat itu, Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul, yang merupakan kader PDI-P.
"Mungkin secara gurauan, mungkin diwakili oleh Pak Bambang Pacul, ‘Kalau pemerintah mau, jangan ke kami. Kami ini kan Korea,'. 'ke sana,' gitu," ungkap Mahfud.
Kemudian, Mahfud bertemu dengan Megawati untuk membahas masalah tersebut. Dalam pertemuan itu, kata Mahfud, Megawati mendukung ide perampasan aset hasil kejahatan.
Namun, Megawati juga mengungkapkan kekhawatirannya soal potensi penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum jika RUU itu langsung diberlakukan.
"Terus saya ketemu dengan Bu Megawati, bicara saya. Alasannya masuk akal, meskipun itu bukan satu-satunya alasan. 'Pak Mahfud,' kata Bu Mega. 'Kami setuju tuh Undang-Undang Perampasan Aset, bagus'," kata Mahfud menceritakan dialognya dengan Megawati.