JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia dan Australia menyediakan dana hibah untuk riset transisi energi untuk mendukung upaya transisi energi Indonesia yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Wakil Menteri Pendidikan, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan mengatakan, kolaborasi dana hibah riset itu merupakan inisiatif Kemdiktisaintek, Platform Kemitraan Pengetahuan Australia-Indonesia (KONEKSI), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Program ini sejalan dengan apa yang digagas dan menjadi misi di Kemdiktisaintek, yakni transformasi pendidikan tinggi. Harapannya, pendidikan tinggi menjadi problem solver terhadap persoalan yang ada di Indonesia,” kata Fauzan dalam keterangan pers, Kamis (13/3/2025).
Fauzan juga menambahkan, program ini merupakan salah satu bentuk perwujudan dalam mendukung Asta Cita, yakni memperkuat peran perguruan tinggi.
Direktur Fasilitasi Riset LPDP, Ayom Widipaminto, memastikan LPDP sebagai pihak penyedia dana dari Indonesia akan menjaga tata kelola dan mitigasi risiko untuk program ini. Hal ini untuk menjaga apa yang dibangun bersama menjadi sesuatu yang benar-benar berdampak.
“LPDP berkomitmen untuk bisa menjadi katalis atau enabler untuk penguatan ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, khususnya di bidang transisi energi,” ujar Ayom.
Baca juga: Terkait Transisi Energi, Dekan FT UGM: Indonesia Masih Bergantung SDA Fosil
Dalam kesempatan ini, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan (Dirjen Risbang), Fauzan Adziman, memaparkan sistem pendanaan program hibah penelitian ini.
“Sistemnya co-funding, Indonesia menginvestasikan Rp20 miliar dan Australia dengan jumlah yang sama. Kami akan mendanai dari hulu ke hilir dari penelitian awal hingga implementasi ke sistem, termasuk rekomendasi kebijakan,” jelas Fauzan.
Kuasa Usaha Australia untuk Indonesia, Gita Kamath menyatakan bahwa setelah 75 tahun bermitra, Pemerintah Australia dan Indonesia berkontribusi hibah bersama untuk pertama kalinya. Kerja sama ini mendorong kolaborasi perorangan maupun di tingkat institusi.
“Melalui skema joint call ini, pemerintah Australia dan Indonesia berkomitmen untuk mendorong riset-riset yang berfokus pada pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Kita memastikan tidak ada seorangpun yang tertinggal,” tegas Gita Kamath.
Panggilan bersama untuk proposal penelitian kolaboratif ini diharapkan dapat membuka peluang baru untuk para peneliti Indonesia untuk berkolaborasi dan mengakses sumber daya dengan lebih maksimal.
Kolaborasi riset akan lebih berfokus pada teknologi dan mendorong partisipasi kampus di Indonesia untuk menjadi bagian dari riset konsorsium, khususnya Indonesia Timur.
Hal ini karena program tersebut juga memastikan pengembangan energi transisi yang berkelanjutan akan menyasar daerah yang membutuhkan.
Program ini juga dilakukan dalam rangka akselerasi pembangunan di Indonesia.
“Inilah bukti nyata bahwa kolaborasi sangat diperlukan. Tanpa kolaborasi, kita tidak akan mencapai satu titik yang kita harapkan,” pungkas Fauzan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang