KOMPAS.com - CEO perusahaan semikonduktor terbesar di dunia Nvidia yakni Jensen Huang memilih untuk fokus belajar ilmu fisika jika ia harus memilih harus belajar apa di tahun 2025.
Huang memilih belajar ilmu fisika dibanding harus belajar ilmu komputer jika ia memiliki kesempatan untuk kembali ke usia 22 tahun.
"Saya mungkin akan mempelajari ilmu fisika," kata Huang dikutip dari Moneycontrol, Jumat (1/8/2025).
Meskipun telah membangun Nvidia menjadi pembuat chip paling berharga di dunia, Huang percaya bahwa masa depan AI tidak hanya digerakkan oleh perangkat lunak.
Baca juga: Coding dan AI Masuk Kurikulum 2025, Bukan Sekadar Cetak Programmer
Tetapi juga berakar pada pemahaman tentang dunia fisika. Huang menekankan bahwa sistem AI di masa depan terutama yang beroperasi di bidang robotika dan lingkungan dunia nyata akan membutuhkan pengetahuan fisika yang mendalam.
"Gelombang berikutnya mengharuskan kita untuk memahami gesekan, kelembaman, serta sebab dan akibat," ujarnya.
Senada dengan Huang, CEO perusahaan mobil listrik Tesla dan pendiri Space X yakni Elon Musk juga menilai penting untuk menguasai bidang fisika.
Hal itu ia ungkapkan pada unggahan CEO Telegram Pavel Durov yang mendorong siswa untuk menguasai matematika.
Pada unggahan tersebut Elon Musk hanya menambahkan bahwa selain matematika, siswa harus fokus pada bidang fisika.
“Fisika (dengan matematika)," kata Elon Musk.
Baca juga: Bill Gates Sebut 3 Pekerjaan yang Tak Tersingkirkan AI, Apa Saja?
Sementara di Indonesia, saat ini pemerintah juga ingin menggalakkan kemajuan bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM).
Menteri Pendidikan Tinggi Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto menekankan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga harus lebih fokus pada bidang STEM.
"Sebanyak 80 persen beasiswa akan dialokasikan untuk bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM), yang dibagi menjadi riset fundamental dan terapan. Beasiswa lainnya akan diarahkan untuk mendukung industrialisasi," kata Brian dikutip dari laman resmi Kemendikti Saintek, Senin (28/7/2025).
Brian mengatakan, transformasi kebijakan beasiswa harus lebih adaptif, terarah, dan menjawab kebutuhan nasional.
Kebijakan tersebut tidak hanya menyasar akses pendidikan tinggi, tetapi juga menjadi instrumen kunci dalam mendorong orkestrasi sumber daya untuk transformasi industri strategis.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang