KARIBIA, KOMPAS.com - Lima negara di kawasan Karibia menawarkan kewarganegaraan untuk penduduk dari ratusan negara, termasuk Indonesia. Paspor dari beberapa negara itu salah satu yang terkuat di dunia internasional. Apa syarat yang mereka ajukan?
Berbagai rumah yang dijual di negara-negara kawasan Karibia Timur kini tidak hanya menawarkan pantai menawan dan gaya hidup santai untuk memikat pembeli.
Belakangan ini semakin banyak iklan properti di kawasan itu yang juga menawarkan kewarganegaraan bagi para pembeli.
Tren itu muncul karena lima negara kepulauan di Karibia, yakni Antigua dan Barbuda, Dominika, Grenada, St. Kitts dan Nevis, serta St. Lucia, menawarkan kewarganegaraan pada orang-orang yang ingin berinvestasi di wilayah mereka.
Program dengan tajuk kewarganegaraan berbasis investasi (CBI) itu dibandrol dengan syarat investasi sekurang-kurangnya 200.000 dollar AS atau sekitar Rp3,2 miliar.
Bentuk investasi dengan nominal yang mereka sebut, salah satunya, berwujud pembelian rumah.
Pemegang paspor dari sejumlah negara itu akan mendapat akses bebas visa ke hampir 150 negara, termasuk wilayah Schengen di Eropa dan ke Inggris.
Dalam skema yang dibuat lima negara itu, orang-orang yang berinvestasi dan memasukkan permohanan kewarganegaraan tidak akan kehilangan kewarganegaraan pertama, kecuali mereka berasal dari negara yang menganut sistem kewarganegaraan tunggal.
Sebelumnya, negara-negara di Karibia telah menarik perhatian kalangan berduit. Alasannya, pemerintah di wilayah ini tidak memberlakukan pajak warisan, bahkan pajak penghasilan.
Di Antigua, agen properti semakin sulit memenuhi permintaan, kata Nadia Dyson, pemilik biro Luxury Locations. Dia berkata, biro propertinya belum pernah menjual rumah sebanyak saat ini.
"Hingga 70 persen pembeli saat ini menginginkan kewarganegaraan dan sebagian besar berasal dari Amerika Serikat," ujarnya kepada BBC.
"Kami tidak membicarakan politik dengan mereka, tapi lanskap politik yang tidak stabil di AS jelas merupakan faktor pemicunya.
"Tahun lalu semua pembeli properti mendambakan gaya hidup ala negara Karibia, dan hanya beberapa yang tertarik pada skema CBI. Sekarang mereka semua berkata 'Saya ingin rumah dan kewarganegaraan'," kata Nadia.
Meskipun program yang ditawarkan pemerintah Antigua tidak memuat syarat bahwa pengaju kewarganegaraan harus menetap, Nadia bilang beberapa pembeli ingin pindah secara permanen ke negara itu.
"Beberapa benar-benar sudah pindah ke sini," ujarnya.
Warga negara AS adalah yang terbanyak mengajukan aplikasi CBI selama setahun terakhir, menurut pakar migrasi investasi Henley & Partners.
Selain AS, sebagian besar orang yang mengajukan aplikasi investasi dengan bonus kewarganegaraan ini berasal dari Ukraina, Turkiye, Nigeria, dan China.
Dalam ketentuannya, Dominika akan menolak pengajuan dari warga Belarusia, Rusia, Yaman, Korea Selatan, Sudan, dan Irak.
Sementara itu pemerintah St. Kitts dan Nevis tidak membatasi syarat berdasarkan asal negara, tapi rekam jejak perbuatan kriminal, pernah dinyatakan bankrut, atau terlibat dalam aktivitas yang mengancam negara tersebut.
Menurut pakar dari Henley & Partners, pengajuan aplikasi untuk program CBI di negara-negara Karibia meningkat sebesar 12 persen sejak kuartal keempat tahun 2024.
Robert Taylor, dari Halifax di Kanada, membeli properti di Antigua, tempat yang dia rencana sebagai lokasi memulai masa pensiun akhir tahun ini.
Robert menginvestasikan 200.000 dollar AS (Rp3,2 miliar) tepat sebelum ambang batas harga properti dinaikkan setengah kali lipatnya pada musim panas lalu.
Tidak hanya menghindari batasan lama tinggal, tapi skema kewarganegaraan itu juga memberinya kebebasan untuk memanfaatkan peluang bisnis.
"Saya memilih Antigua karena lautnya indah. Saya merasa penduduknya sangat ramah dan cuacanya juga sangat bagus untuk masa tua saya," tuturnya.
Namun, program semacam itu bukannya tanpa kontroversi. Ketika penjualan paspor pertama kali dipromosikan pada tahun 2012 oleh pemerintah Antigua sebagai cara untuk menopang ekonomi perjalanan, beberapa kalangan mempersoalkan etika di baliknya.
Warga negara itu turun ke jalan mengecam program pemerintah tersebut, kata mantan Ketua DPR Gisele Isaac.
"Ada rasa nasionalisme. Orang-orang merasa kami menjual identitas kami, boleh dibilang, kepada orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang kami," katanya.
Para pemimpin beberapa negara Karibia lain yang tidak menawarkan CBI juga melontarkan kritik, salah satunya Perdana Menteri St. Vincent dan Grenadine, Ralph Gonsalves. Dia menyebut kewarganegaraan seharusnya tidak menjadi "komoditas untuk dijual".
Di kalangan komunitas internasional, terdapat kekhawatiran bahwa pengawasan yang lemah pada program "penjualan" kewarganegaraan itu justru akan memudahkan pelaku kejahatan melewati batas-batas negara.
Uni Eropa telah mengancam akan mencabut akses bebas visa bagi negara-negara Karibia yang menawarkan skema itu.
AS sebelumnya juga telah menyuarakan kekhawatiran mereka tentang potensi skema itu menjadi sarana penghindaran pajak dan kejahatan keuangan.
Seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan kepada BBC bahwa mereka sedang "memantau" lima skema Karibia tersebut. Komisi Eropa juga telah berunding dengan pemerintah lima negara itu sejak 2022.
Juru Bicara Komisi Eropa menyebut mereka tengah meneliti apakah kewarganegaraan melalui investasi merupakan "penyalahgunaan rezim bebas visa yang dinikmati negara-negara tersebut terhadap Uni Eropa dan apakah hal itu kemungkinan akan menimbulkan risiko keamanan bagi Uni Eropa".
Sementara itu, kelima pemerintah dari lima negara Karibia mengecam berbagai tudingan bahwa mereka tidak melakukan cukup upaya untuk memeriksa rekam jejak para pemohon.
Perdana Menteri Dominika Roosevelt Skerrit menyebut program CBI negaranya dengan istilah "baik dan transparan".
Roosevelt bilang, pihak berwenang di negaranya telah bekerja keras untuk memastikan integritas program tersebut.
Penjualan paspor di Dominika telah menghasilkan lebih dari 1 miliar dollar AS (sekitar Rp 16 triliun) sejak inisiatif itu dimulai pada tahun 1993.
Pendapatan itu diklaim dipakai untuk membiayai infrastruktur vital, termasuk sebuah rumah sakit dengan teknologi terbaru.
Perdana Menteri St. Lucia Philip J. Pierre mengatakan pulau itu mematuhi standar keamanan tertinggi untuk memastikan program kewarganegaraan via jalur bisnis tidak secara tidak membantu kegiatan ilegal.
Program CBI ini dinilai rumit dan kontroversial bagi negara-negara di Karibia yang memiliki sumber daya yang terbatas dan sangat bergantung pada pariwisata.
Program ini disebut sebagai penyelamat karena penghasilan yang mereka dapatkan diklaim penting untuk pembiayaan proyek pascabencana alam hingga menopang skema pensiun nasional.
Perdana Menteri Antigua, Gaston Browne, mengatakan uang yang terkumpul telah menyelamatkan negaranya dari ambang kebangkrutan selama dekade terakhir.
Selain membeli properti, terdapat skema lain untuk mendapatkan kewarganegaraan di negara negara Karibia, antara lain dengan memberi donasi ke lembaga pengumpul dana pembangunan nasional setempat.
Menghadapi tekanan internasional, negara negara kepulauan di Karibia itu telah berkomitmen memperkuat pengawasan, termasuk membentuk regulator regional untuk menetapkan standar, memantau operasi, dan memastikan kepatuhan.
Selain itu, ada pula enam prinsip yang mereka sepakati dengan AS, meliputi peningkatan uji tuntas, audit rutin, wawancara wajib dengan semua pelamar, dan penghapusan celah yang sebelumnya memungkinkan pelamar yang ditolak oleh satu negara untuk mendaftar di negara lain.
Saat ini, penjualan paspor menyumbang 10-30 persen pendapatan domestik bruto mereka.
Andre Huie, seorang jurnalis di St Kitts, mengatakan bahwa skema CBI negaranya "secara umum didukung dengan baik".
"Masyarakat memahami nilainya bagi perekonomian, dan menghargai apa yang telah dilakukan pemerintah dengan uang tersebut," ujarnya.
Artikel ini pernah dimuat di BBC Indonesia dengan judul Lima negara menjual paspor dan kewarganegaraan, termasuk untuk WNI – Apa syaratnya?
https://www.kompas.com/global/read/2025/08/01/093213270/5-negara-dengan-paspor-kuat-obral-kewarganegaraan-wni-bisa-beli