Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Dikritik, Kenapa Evakuasi Juliana Marins di Rinjani Begitu Lama?

Kompas.com - 26/06/2025, 15:25 WIB
BBC News Indonesia,
Inas Rifqia Lainufar

Tim Redaksi

LOMBOK, KOMPAS.com - Akun Instagram Badan SAR Nasional (Basarnas) hingga Presiden Prabowo Subianto dipenuhi komentar dari warganet Brasil yang mengkritik proses evakuasi Juliana Marins, yang tewas setelah terperosok ketika mendaki Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6/2025) lalu.

Beberapa kritik itu, antara lain: "Mengapa proses evakuasi Juliana berlangsung lambat?" "Kenapa helikopter lama dikerahkan?" hingga pernyataan yang menyebut "Juliana meninggal bukan karena jatuh, tettapi karena dibiarkan terlalu lama".

Setelah jenazah Juliana ditemukan dan dievakuasi, pihak keluarga menyatakan akan mencari keadilan.

Baca juga: Juliana Marins Disebut Sempat Masih Hidup Usai Jatuh di Rinjani

"Juliana mengalami kelalaian yang sangat besar dari tim penyelamat. Jika tim penyelamat berhasil menyelamatkannya dalam waktu yang diperkirakan tujuh jam, Juliana pasti masih hidup," tulis akun Instagram @resgatejulianamarins yang mengklaim mewakili pihak keluarga.

"Juliana pantas mendapatkan yang lebih! Sekarang kami akan mencari keadilan untuknya, karena memang itulah yang pantas ia dapatkan!" imbuh akun tersebut.

Berangkat dari rangkaian kritik itu, BBC News Indonesia mewawancarai pendaki senior, kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, dan Badan SAR Nasional, untuk melihat proses evakuasi hingga tingkat kesulitan pendakian dari Gunung Rinjani.

Mengapa proses evakuasi berhari-hari?

Juliana jatuh ke jurang sedalam ratusan meter, ke arah Danau Segara Anak, di Kawasan Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), sekitar pukul 06.30 Wita, Sabtu (21/6/2025).

Lokasi tepatnya di titik Cemara Nunggal, jalur yang diapit jurang menuju puncak Rinjani.

Walaupun terjatuh, otoritas terkait menyebut bahwa Juliana dilaporkan masih hidup pada Sabtu itu. 

Hal ini selaras dengan rekaman drone dan klip lain yang direkam oleh sejumlah pendaki—yang telah beredar online dan disiarkan oleh media Brasil.

Tiga hari kemudian, pada Selasa (24/6/2025), tim penyelamat mampu mendekati Juliana dan menyatakan korban telah meninggal dunia, untuk kemudian dievakuasi keesokan harinya.

Adanya rentang waktu itu menjadi kritikan warganet: mengapa perlu waktu berhari-hari untuk mengevakuasi Juliana?

BBC News Indonesia menanyakan hal itu ke tiga sosok, Ang Asep Sherpa, pendaki berpengalaman serta anggota Wanadri—organisasi pencinta alam tertua di Indonesia, Galih Donikara, pendaki senior yang telah berkecimpung di dunia pendakian selama puluhan tahun, dan Mustaal, penyelenggara pendakian Rinjani yang telah mengenal Gunung Rinjani sejak tahun 2000.

Pertama, mereka melihat perlengkapan penyelamatan darurat begitu terbatas.

"Kasusnya sama, jatuh ke jurang. Itu sudah berkali-kali. Artinya kita perlu alat-alat mountaineering yang lengkap, tersedia di titik rawan, dan bisa menembus medan serta cuaca apapun. Kalau kita ambil alat dulu ke bawah itu memakan waktu," kata pendaki senior, Ang Asep Sherpa.

Asep mencontohkan Gunung Kinabalu, Malaysia, yang di setiap posnya terdapat alat keselamatan yang bisa digunakan oleh para pendaki jika dalam keadaan bahaya.

"Seperti alat pemadam api yang ada di tiap gedung, begitu juga alat penyelamatan di gunung,” ucapnya.

Senada, Mustaal juga melihat pentingnya kelengkapan dan ketersediaan alat-alat penyelamatan di titik-titik rawan pendakian.

"Kami apresiasi semua tim yang di lapangan, dengan segala keterbatasan mereka berusaha untuk menyelamatkan korban. Namun, ternyata talinya kurang panjang, dan ambil alatnya dari bawah, bahkan ada yang dibawa dari Mataram," katanya.

Hal itu, katanya, membuat proses evakuasi jadi memakan waktu. 

"Jadi kelengkapan alat itu akan membuat tidak ada kendala di lapangan untuk rescue tamu, supaya lebih cepat, dan bisa kita rescue tamu dalam keadaan hidup. Apalagi kejadian ini bukan yang pertama kali," ujarnya.

Kedua, cuaca. Mustaal menyebut kondisi cuaca di Gunung Rinjani sering kali menyulitkan pendakian.

Hal senada diutarakan Galih Donikara. Namun, menurutnya, kalaupun cuaca buruk harus ada sejumlah rencana aksi yang ditempuh jika terjadi insiden.

Ketiga, kesiapan dan keberadaan para penyelamat di tiap pos aman pendakian— khususnya ketika musim pendakian yang ramai.

"Penting adanya ketersediaan tim rescue yang sudah terkoordinasi dengan baik, yang juga mestinya berjaga di sekitar lokasi-lokasi yang berpotensi bahaya, dengan membangun pos penyelamatan. Nah, kalau itu sudah dipenuhi, saya kira keterlambatan akan menjadi tertangani," kata Galih Donikara.

"Jadi, jika alat siap dan personel siap, cuaca dan medan apapun, rasanya ada celah-celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan penyelamatan," tambahnya.

Baca juga: Sejumlah Media Asing Ikut Beritakan Tewasnya Juliana Marins di Gunung Rinjani

Apa jawaban pemerintah?

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Yarman Wasur mengatakan, proses evakuasi telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan membantah anggapan yang menyebut proses itu berjalan lambat.

"Kita langsung membentuk tim. Dalam proses membentuk tim, menyiapkan peralatan dan lainnya memakan waktu. Ini betul-betul harus tim yang profesional karena menyangkut keselamatan juga tim evakuasi juga,” katanya.

Yarman mengatakan, terdapat puluhan penyelamat yang dikerahkan untuk evakuasi. Jumlahnya mencapai sekitar 50 orang pada Selasa (25/6/2025).

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau