Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Efek Absennya Xi Jinping di KTT BRICS 2025

Kompas.com - 08/07/2025, 15:56 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

RIO DE JANEIRO, KOMPAS.com – Presiden China Xi Jinping absen dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, Minggu (6/7/2025).

Ini menjadi ketidakhadiran pertama Xi dalam pertemuan puncak tahunan BRICS sejak ia menjabat sebagai pemimpin tertinggi China pada 2012.

Ketidakhadiran ini dinilai mengejutkan dan menimbulkan pertanyaan tentang prioritas diplomasi Beijing, di tengah berbagai tantangan domestik yang kini dihadapi negara tersebut.

Baca juga: BRICS Diancam Trump, China Coba Redam Ketegangan

“Mengingat betapa pentingnya China bagi BRICS, keputusannya untuk tidak hadir akan berdampak negatif pada KTT—tidak perlu dipertanyakan lagi,” ujar Oliver Stuenkel, profesor madya di Sekolah Hubungan Internasional Fundacao Getulio Vargas (FGV), kepada Channel News Asia.

Dengan absennya Xi dan Presiden Rusia Vladimir Putin, sorotan diperkirakan beralih ke pemimpin negara-negara BRICS lainnya. Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva diprediksi menjadi tokoh sentral selama KTT berlangsung.

“Modi kemungkinan akan menjadi daya tarik utama,” kata Stuenkel. “Dengan ketidakhadiran Xi dan Putin, hanya India dan Brasil dari pendiri awal BRICS yang hadir secara langsung.”

Sejumlah pemimpin lain, seperti Presiden Mesir Abdel Fattah El Sisi dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, juga diragukan kehadirannya di tengah ketegangan kawasan Timur Tengah.

Alasan China: Fokus ke dalam negeri

Potret Presiden China Xi Jinping ditampilkan dalam layar di Museum Kongres Nasional Partai Komunis China Pertama di Shanghai, 27 Februari 2025.AFP/HECTOR RETAMAL Potret Presiden China Xi Jinping ditampilkan dalam layar di Museum Kongres Nasional Partai Komunis China Pertama di Shanghai, 27 Februari 2025.
Meski tidak ada penjelasan resmi dari Pemerintah China, sejumlah analis menyebut bahwa alasan absennya Xi bisa berkaitan dengan tekanan domestik, seperti krisis properti, pengangguran kaum muda, konsumsi yang lesu, serta meningkatnya tekanan ekonomi dari Amerika Serikat.

“Ketidakhadiran Xi akan menunjukkan prioritas dalam negeri yang lebih mendesak dan mungkin pandangan bahwa KTT BRICS kali ini tidak akan menghasilkan terobosan besar bagi Republik Rakyat China,” ujar Chong Ja Ian, profesor madya dari Departemen Ilmu Politik Universitas Nasional Singapura (NUS).

Kementerian Luar Negeri China mengumumkan pada 2 Juli bahwa Perdana Menteri Li Qiang akan mewakili Xi dalam pertemuan ini.

Kantor berita Xinhua juga melaporkan bahwa Partai Komunis China tengah menyusun proposal Rencana Lima Tahun ke-15 yang mencakup periode 2026–2030. Konsultasi publik secara daring telah diluncurkan sejak Mei.

Baca juga: Ancaman Tarif AS Bayangi Penutupan BRICS, Begini Tanggapan Dingin Anggota

Dampak terhadap agenda China di BRICS

Presiden Prabowo Subianto tampil di barisan terdepan bersama para pemimpin dunia dalam sesi foto resmi keluarga besar BRICS yang digelar menjelang dimulainya hari kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS, di lantai dua Museum Seni Modern (MAM), Rio de Janeiro, Brasil, Senin (7/7/2025).ANTARA Presiden Prabowo Subianto tampil di barisan terdepan bersama para pemimpin dunia dalam sesi foto resmi keluarga besar BRICS yang digelar menjelang dimulainya hari kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS, di lantai dua Museum Seni Modern (MAM), Rio de Janeiro, Brasil, Senin (7/7/2025).
Ketidakhadiran Xi dikhawatirkan akan mengurangi kapasitas diplomasi ad hoc China di forum tersebut.

Stuenkel menilai bahwa delegasi China tanpa kehadiran langsung Xi akan memiliki "kapasitas yang jauh lebih sedikit" untuk membangun komunikasi strategis dengan pemimpin negara lain.

Namun demikian, para analis menekankan bahwa absennya Xi tidak berarti China kehilangan minat terhadap BRICS.

“China memandang BRICS sebagai landasan tatanan global baru—tatanan yang memungkinkan negara-negara melepaskan diri dari dominasi Barat melalui otonomi strategis dan kedaulatan finansial,” ujar Einar Tangen, peneliti senior di Taihe Institute, lembaga pemikir asal China.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau