Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau ke AS? Siapkan Dulu Uang Jaminan Hingga Rp 245 Juta

Kompas.com - 05/08/2025, 14:56 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Reuters

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan menerapkan program pilot yang mewajibkan pengunjung dari negara tertentu untuk menyediakan jaminan hingga 15.000 dollar AS (sekitar Rp 245 juta).

Kebijakan ini bertujuan untuk menekan tingkat pelanggaran masa berlaku visa atau overstay yang tinggi dari sejumlah negara, menurut pemberitahuan resmi dalam dokumen Federal Register yang dirilis pada Senin (4/8/2025).

Program akan mulai berlaku pada 20 Agustus 2025, dan ditujukan untuk pemohon visa non-imigran kategori B-1 (bisnis) dan B-2 (wisata), sebagaimana dilansir Reuters.

Baca juga: Masuk Eropa Kini Lebih Mudah, WNI Bisa Ajukan Visa Cascade Schengen

Dalam program ini, petugas konsuler AS diberi kewenangan untuk meminta jaminan atau bond kepada pemohon visa turis dan bisnis dari negara-negara dengan tingkat overstay yang tinggi. 

Jaminan juga dapat dikenakan terhadap warga dari negara dengan sistem penyaringan dan verifikasi yang dinilai belum memadai.

"Negara-negara akan diidentifikasi berdasarkan tingkat overstay yang tinggi, kekurangan dalam penyaringan dan verifikasi, kekhawatiran mengenai perolehan kewarganegaraan melalui investasi tanpa persyaratan tempat tinggal, dan pertimbangan kebijakan luar negeri," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS.

Dalam program ini, terdapat tiga nominal jaminan yang dapat dikenakan kepada pemohon visa yakni 5.000 dollar AS (Rp 82 juta), 10.000 dollar AS (Rp 163 juta), dan 15.000 dollar AS.

Namun, jaminan minimum yang diperkirakan akan diwajibkan secara umum adalah 10.000 dollar AS.

Baca juga: Masuk AS Makin Mahal, Trump Kenakan “Visa Integrity Fee”

Jaminan ini akan dikembalikan penuh kepada pemegang visa apabila mereka keluar dari wilayah AS sesuai dengan masa berlaku dan ketentuan visa yang telah disetujui.

Program serupa sejatinya pernah digagas pada November 2020, menjelang berakhirnya jabatan pertama Presiden AS Donald Trump. Namun, pelaksanaannya tidak maksimal karena terbatasnya perjalanan internasional akibat pandemi Covid-19.

Sejak awal pemerintahannya, Trump menjadikan pengetatan imigrasi sebagai salah satu prioritas. Pada Juni 2020, ia juga sempat memberlakukan larangan perjalanan terhadap warga dari 19 negara dengan dalih keamanan nasional.

Langkah-langkah kebijakan imigrasi tersebut berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke AS. 

Data menunjukkan, penerbangan transatlantik mengalami penurunan harga hingga kembali ke tingkat sebelum pandemi, dan kunjungan dari Kanada serta Meksiko ke AS turun 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca juga: Sah, Pelancong Indonesia Kini Bebas Visa Transit ke China

Negara mana yang terdampak?

Hingga saat ini, Kementerian Luar Negeri AS belum merilis daftar negara yang secara resmi akan terdampak oleh kebijakan jaminan visa tersebut. 

Namun, negara-negara yang sebelumnya masuk dalam daftar larangan perjalanan dan memiliki tingkat overstay tinggi diperkirakan akan masuk kategori tersebut.

Beberapa di antaranya adalah Chad, Eritrea, Haiti, Myanmar, dan Yaman. Selain itu, sejumlah negara di Afrika seperti Burundi, Djibouti, dan Togo juga memiliki catatan overstay yang tinggi, menurut data Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) tahun fiskal 2023.

Selain program jaminan, kebijakan baru lainnya yang akan diterapkan adalah Visa Integrity Fee atau biaya integritas visa sebesar 250 dollar AS (sekitar Rp 4 juta). 

Ketentuan ini dimuat dalam paket anggaran yang disahkan oleh Kongres AS yang saat ini dikuasai Partai Republik.

Biaya tersebut akan mulai berlaku pada 1 Oktober 2025 dan dikenakan kepada seluruh pemohon visa non-imigran. 

Namun, biaya ini bisa dikembalikan jika pemegang visa mematuhi semua ketentuan visa yang berlaku.

Baca juga: Gagal Cegah Mahasiswa Asing di Harvard, Trump Kini Blokir Penerbitan Visa

Tuai kritik

Ilustrasi Gedung PutihShutterstock Ilustrasi Gedung Putih

Meski demikian, kebijakan ini menuai kekhawatiran dan kritik dari pelaku industri pariwisata.

Asosiasi Perjalanan AS (US Travel) menyatakan bahwa penerapan biaya tersebut berpotensi menghambat arus kunjungan ke AS.

"Jika diterapkan, AS akan memiliki salah satu, jika bukan yang tertinggi, biaya visa pengunjung di dunia," kata asosiasi itu dalam pernyataannya.

US Travel juga memperkirakan bahwa cakupan program percontohan jaminan visa ini akan terbatas, dengan dampak terhadap sekitar 2.000 pemohon visa saja.

Pihak yang terdampak kemungkinan besar berasal dari negara-negara dengan volume perjalanan rendah ke AS.

Baca juga: AS Cabut Visa Mahasiswa China, Takut Beijing Curi Teknologi hingga Rahasia Negara

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau