Penulis: Nick Ericsson/ BBC News Indonesia
KOMPAS.com - Bagaimana sebuah jabat tangan bisa mengubah sejarah? Pada 1975, pertemuan antara Amerika Serikat (AS) dan Soviet di orbit menunjukkan kedua negara itu bisa bekerja sama. Pertemuan itu membuahkan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
17 Juli 1975, wahana antariksa AS, Apollo dan Soyuz dari Uni Soviet, bertemu di angkasa. Pertemuan ini bersejarah, karena dua negara ini adalah "musuh bebuyutan" dalam eksplorasi luar angkasa selama belasan tahun lamanya.
Saat berusia 33 tahun, Glynn Lunney sudah menjadi salah satu direktur penerbangan NASA yang paling berpengalaman.
Baca juga: 4 Astronot Pulang ke Bumi Usai 5 Bulan di Stasiun Luar Angkasa Internasional
Pada 1970, ia ada misi-misi penting, mulai dari orbit pertama pesawat Apollo hingga langkah pertama Neil Armstrong di Bulan.
Beberapa bulan setelah membantu memimpin upaya penyelamatan awak dari Apollo 13 yang meledak, Lunney sedang mempersiapkan misi Bulan berikutnya.
Dia ditelepon atasannya, kepala kendali misi, Chris Kraft.
"Dia berkata 'Glynn, bersiaplah pergi ke Moskwa, kamu akan berangkat dalam beberapa minggu'," kata Lunney.
"Sungguh kejutan yang tak terduga, membuat saya tak bisa berkata-kata," lanjutnya.
Lunney mengabdikan kariernya untuk memenangkan kompetisi antariksa melawan Uni Soviet.
Baca juga: Inggris Siap Luncurkan Roket Luar Angkasa Pertama Awal 2026
Kini dia justru diharapkan memimpin tim untuk bekerja sama dengan lawannya itu dalam misi gabungan: Proyek Uji Coba Apollo-Soyuz.
Tujuannya untuk menempatkan kapsul Apollo milik AS dan wahana antariksa Soyuz milik Soviet di orbit. Rencana itu akan memakan lima tahun usia Lunney.
Lunney meninggal 2021, tetapi saya cukup beruntung pernah mewawancarainya pada 2012 untuk program radio BBC tentang pendaratan di Bulan.
Kami bertemu di Ruang Kendali Misi Apollo di Houston yang terkenal itu. Lunney, sang pensiunan direktur penerbangan, duduk di kursinya yang dulu, dan saya di sampingnya.
Dia memandang ke bawah, pada konsol yang gelap dan layar utama yang kosong. Ruangan itu terasa sudah ditinggalkan, dan misi-misi itu hanyalah kenangan yang samar.
Percakapan kami seharusnya membahas tantangan pendaratan di Bulan, pertanyaan yang sudah dia jawab berkali-kali sebelumnya.
Namun, begitu Lunney mulai bicara tentang Apollo-Soyuz, nampak jelas bahwa misi yang jarang dibahas ini merupakan puncak kariernya.
Baca juga: Satelit Jeff Bezos Hilang di Luar Angkasa, Misi Bernilai Jutaan Dollar Terancam Gagal
"Saya menyadari saya sudah berubah. Dari seorang pejuang Perang Dingin yang berhasil pertama kali membawa astronaut ke Bulan, menjadi orang yang dikirim untuk melihat apa yang bisa dilakukan demi kerja sama (di luar angkasa)," ujarnya.
"Saya baru berusia 33 tahun saat tiba di Moskow untuk pertama kalinya, mewakili Amerika Serikat, dan saya berpikir, 'Wow'," tambahnya.
Uni Soviet dan AS bersaing di luar angkasa sejak peluncuran Sputnik-1 pada 1957.
Namun, ide tentang kerjasama dua negara adidaya ini bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja.
"Selama bertahun-tahun, ada upaya untuk mencari program kolaboratif antara AS dan Uni Soviet di luar angkasa," kata Teasel Muir-Harmony, kurator pameran Apollo dan Apollo-Soyuz di Museum Dirgantara dan Antariksa Nasional di Washington DC.
"Ada perjanjian (tentang pertukaran data meteorologi) yang ditandatangani AS dan Uni Soviet pada Oktober 1962. Oktober 1962 adalah saat Krisis Rudal Kuba, ketika kita berada paling dekat dengan perang nuklir," tambah Muir-Harmony.
"Perlombaan antariksa selalu jadi kombinasi antara kerja sama dan kompetisi," tambahnya.
Pada 1970-an, Gedung Putih di bawah Nixon sangat ingin meredakan ketegangan internasional dengan Uni Soviet yang dipimpin oleh Leonid Brezhnev. Karena itu, Apollo-Soyuz penting secara diplomatis.
Baca juga: Korea Utara Sebut Golden Dome AS Bisa Picu Konflik Nuklir Luar Angkasa
Namun, tujuannya sebenarnya sangat praktis. Jika wahana antariksa dari berbagai negara dapat saling berlabuh bersama, astronaut yang terdampar bisa menggunakannya.
"Pertanyaannya adalah, bagaimana kita saling menyelamatkan kru di luar angkasa? Adalah ide yang mulia jika eksplorasi dan kolaborasi antariksa bisa menyatukan kita," kata Kenneth Phillips, kurator sains kedirgantaraan di California Science Center.
Terkait astronaut yang ditugaskan untuk misi ini, simbolisme dari pemilihannya juga signifikan.