BEIJING, KOMPAS.com – Parade militer besar-besaran akan digelar China pada Rabu (3/9/2025) untuk memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II.
Acara ini menghadirkan unjuk kekuatan militer sekaligus simbol kebangkitan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping.
Parade tersebut dihadiri sejumlah pemimpin dunia, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, serta Presiden RI Prabowo Subianto.
Baca juga: Kim Jong Un Tiba di China, Putrinya Langsung Jadi Sorotan Publik
Yang Huafeng, veteran perang berusia 92 tahun, mengingat momen parade pertama pada 1949 saat berdirinya China komunis. Saat itu, hanya ada pasukan berkuda dan beberapa pesawat sederhana.
“Sekarang Anda lihat pesawat-pesawat negara kami, tidak ada yang berani mengganggu mereka,” kata Yang di sebuah museum perang di Shenyang, dengan dada penuh pita dan medali, dikutip dari AP News.
Partai Komunis China kini menegaskan narasi kebangkitan bangsa lewat museum, film perang baru, dan parade militer.
Bagi dunia internasional, parade ini menunjukkan kekuatan rudal, tank, dan jet tempur China yang ingin menegaskan diri sebagai alternatif dari dominasi Amerika Serikat.
Di dalam negeri, peringatan ini dipakai untuk membangun kebanggaan nasional serta dukungan politik bagi Partai Komunis dan Xi Jinping.
“Ini adalah bagian yang sangat penting dari narasi legitimasi Partai Komunis sebagai pemimpin rakyat China,” kata Emily Matson, sejarawan modern China dari Universitas Georgetown dan George Washington.
Baca juga: Parade Militer, Ajang China Tegaskan Diri Jadi Penjaga Tatanan Internasional
Pada dekade awal pemerintahan komunis, perjuangan melawan Jepang kurang ditekankan karena fokus negara pada pembangunan sosialisme.
Namun sejak reformasi 1978, narasi mulai bergeser dari kemenangan kelas pekerja menuju pembangunan bangsa.
“Ini adalah nasionalisme baru karena mulai mencakup tidak hanya kaum proletar China, tetapi seluruh bangsa,” ujar Matson.
Bagi Beijing, kekalahan Jepang menjadi titik awal kebangkitan dan penanda berakhirnya masa panjang dominasi asing atas China.
Xi Jinping, yang memimpin sejak 2012, semakin menekankan pentingnya memori perang. Pada 2014, pemerintah menetapkan 3 September sebagai Hari Kemenangan, sehari setelah Jepang menyerah. Parade militer pertama kali digelar pada tanggal tersebut pada 2015.