TEL AVIV, KOMPAS.com – Ketegangan antara panglima militer dan kepemimpinan politik Israel meningkat tajam dalam sepekan terakhir atas rencana rencana perluasan perang di Gaza.
Panglima militer Israel Eyal Zamir dilaporkan berkonfrontasi langsung dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, sebagaimana dilansir CNN, Rabu (3/9/2025).
Menurut dua pejabat Israel yang dikutip CNN, perdebatan keras terjadi dalam pertemuan kabinet keamanan mengenai rencana pengambilalihan Gaza City, Jalur Gaza.
Baca juga: Rilis Satelit Mata-mata, Israel Makin Mudah Awasi Musuh
Zamir menolak keputusan itu dengan alasan risiko besar bagi 48 sandera Israel yang masih ditahan di Gaza serta bagi keselamatan pasukan di lapangan.
Zamir juga menyoroti potensi pengungsian hingga satu juta warga Palestina dan dampak kemanusiaan yang ditimbulkannya.
"Ada kerangka kerja yang tersedia, dan kita harus menerimanya," kata Zamir dalam rapat kabinet, merujuk pada proposal gencatan senjata dari Mesir dan Qatar yang telah diterima Hamas.
Namun, Netanyahu tidak mengajukan proposal tersebut ke agenda rapat. Dia justru menegaskan posisi untuk melanjutkan serangan.
Baca juga: Serangan Israel Tewaskan 105 Orang di Gaza, Puluhan Anak dan Jurnalis Jadi Korban
Mengutip pernyataan Presiden AS Donald Trump, Netanyahu mengatakan, "Lupakan kesepakatan parsial. Masuklah dengan kekuatan penuh dan selesaikan ini.”
Netanyahu menegaskan hanya menginginkan kesepakatan komprehensif yang membebaskan seluruh sandera.
Sikap keras Zamir mendapat tentangan dari kubu politik sayap kanan Netanyahu.
Putra Benjamin Netanyahum Yair Netanyahu, bahkan menuding Zamir memimpin pemberontakan. Netanyahu tidak membantah komentar putranya tersebut.
Baca juga: Houthi Yaman Klaim Serang Kapal Tanker Israel di Laut Merah
Penentangan terhadap rencana pengambilalihan Gaza City juga datang dari kalangan prajurit cadangan.
Ratusan di antaranya mengumumkan pada Selasa (2/9/2025) bahwa mereka tidak akan bertugas jika dipanggil.
Dalam konferensi pers di Tel Aviv, kelompok yang menamakan diri "Tentara untuk Sandera" menilai operasi itu membahayakan keselamatan tawanan Israel dan memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza.
Yotam Vilk, juru bicara kelompok tersebut, menyebut tindakan Netanyahu sebagai bentuk sabotase terhadap negosiasi pembebasan sandera.
Baca juga: Israel Akan Aneksasi Tepi Barat Jelang Pengakuan Negara Palestina
"Kami semua telah bertugas, dan beberapa dari kami akan bertugas lagi, tetapi kami menentang perang yang sedang berlangsung dan kampanye saat ini," ujarnya kepada CNN.
Kelompok ini bahkan melayangkan surat kepada Advokat Jenderal Militer IDF untuk menghentikan rencana serangan.
"Perintah untuk menaklukkan Gaza City melampaui semua standar hukum dan moral. Perintah ini jelas ilegal dan tidak boleh dipatuhi," bunyi surat tersebut.
Hingga kini, kelompok tersebut belum menerima tanggapan resmi dari otoritas militer Israel.
Baca juga: Israel Klaim Bunuh Juru Bicara Sayap Bersenjata Hamas, Abu Ubaidah
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini