Dikutip dari laman Museum Sumpah Pemuda, lahirnya Sumpah Pemuda ini melalui tiga rapat yang diselenggarakan di tiga tempat berbeda oleh Kongres Pemuda II.
Organisasi pelajar di seluruh Indonesi atau dikenal sebagai Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) menginisiasi kongres atau rapat yang dilaksanakan di tiga tempat berbeda untuk menghasilkan Sumpah Pemuda yang kini kita kenal.
Hasil rumusan akhir Sumpah Pemuda berhasil dirumuskan pada rapat ketiga di Gedung Indonesische Clubgebouw atau Gedung Kramat 106 beralamat di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat.
Sejarah Museum Sumpah Pemuda
Gagasan mendirikan Museum Sumpah Pemuda berasal dari para peserta Kongres Pemuda Kedua. Mereka berpendapat nilai-nilai persatuan yang dirintis generasi 28 harus diwariskan kepada generasi yang lebih muda.
Untuk itu, pada 15 Oktober 1968, Prof. Mr. Soenario berkirim surat kepada Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, untuk meminta perhatian dan pembinaan terhadap Gedung Kramat 106 agar nilai sejarah yang terkandung di dalamnya terpelihara.
Gubernur DKI Jakarta melalui SK Gubernur No. cb.11/1/12/72 jo Monumenten Ordonantie Staatsblad No. 238 Tahun 1931, 10 Januari 1972, kemudian menetapkan Gedung Kramat 106 sebagai benda cagar budaya.
Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda. Peresmiannya dilakukan Gubernur Ali Sadikin pada 20 Mei 1973.
Pada 20 Mei 1974, Gedung Sumpah Pemuda kembali diresmikan Presiden kedua, Soeharto.
Dari Pemda DKI ke kementerian
Pada 16 Agustus 1979, Gedung Sumpah Pemuda diserahkan Pemda DKI Jakarta kepada Pemerintah Pusat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pengelolaannya diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga.
Menurut rencana, Gedung Sumpah Pemuda akan dijadikan Pusat Informasi Kegiatan Kepemudaan dibawah Kantor Menteri Muda Urusan Pemuda (kemudian menjadi Menteri Muda Urusan Pemuda dan Olah Raga).
Pada 28 Oktober 1980, diadakan pembukaan selubung papan nama Gedung Sumpah Pemuda oleh Jos Masdani atas permintaan Menteri Muda Urusan Pemuda, Mayor TNI AU Abdul Gafur, sebagai tanda penyerahan pengelolaan gedung dari Pemda DKI Jakarta kepada Departemen P dan K.
Tiga tahun kemudian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nugroho Notosusanto, mengeluarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 029/O/1983, tanggal 7 Februari 1983, yang menyatakan Gedung Sumpah Pemuda dijadikan UPT di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan dengan nama Museum Sumpah Pemuda.
Penyerahan dilakukan Menteri Pendidikan Nasional, Yahya A. Muhaimin, kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, I Gede Ardhika. Seiring dengan perubahan struktur pemerintahan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dijadikan Kementerian Negara.
Untuk menampung unit-unit yang tidak tertampung dalam Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata dibentuklah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
Pengelolaan Museum Sumpah Pemuda yang semula ada di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata kemudian diserahkan kepada Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
Bersamaan dengan reorganisasi di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, pengelolaan Museum Sumpah Pemuda kembali dilakukan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Pada awal 2012, Museum Sumpah Pemuda dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Ditjen Kebudayaan.
https://www.kompas.com/properti/read/2025/11/02/093017921/sejarah-museum-sumpah-pemuda-yang-masih-berdiri-kokoh