KOMPAS.com - Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan yang diwacanakan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan didukung BP Tapera kini jadi sorotan tajam.
Program ini disebut-sebut sebagai stimulus untuk menggairahkan ekosistem properti, sekaligus dampak mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dirjen Perumahan Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati, dan Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan, KUR Perumahan ini inisiatif yang sudah lama dinanti industri, dirancang sebagai skema pembiayaan sisi suplai untuk meningkatkan kapasitas produksi pengembang.
Baca juga: KUR Perumahan Dituding Salah Sasaran: Pemerintah Vs Pengamat, Siapa Bela Rakyat?
"Tujuannya jelas agar ekosistem perumahan bisa lebih bergairah dan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi," kompak keduanya.
Namun, Lektor sekaligus Anggota Kelompok Kahlian Perumahan dan Pemukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) Mohammad Jehansyah Siregar menilai program ini punya masalah fatal dan menuntut perhatian langsung dari Presiden RI Prabowo Subianto.
Menurut Jehansyah, Kementerian PKP dan BP Tapera hanya mereduksi masalah perumahan rakyat sebagai persoalan bisnis properti dan stimulus industri konstruksi.
Ini fatal karena menyebabkan bias pasar dalam formulasi kebijakan perumahan rakyat. Hasilnya? Pemerintah tetap bermimpi menyediakan rumah terjangkau bagi MBR, padahal faktanya justru sebaliknya.
Jehansyah pun tak segan menuding bahwa Kementerian PKP dan BP Tapera didominasi oleh ekonom neoliberalyang secara terang-terangan menepikan warga miskin perkotaan.
Baca juga: Danantara Guyur Rp 130 Triliun untuk KUR Perumahan, Ini Rinciannya
Baginya, menganggap KPR dan KUR Perumahan sebagai "solusi ajaib" itu sangat keliru, sebab program ini tidak relevan bagi warga permukiman kumuh dan justru sangat tergantung pada subsidi yang membebani APBN.
Lebih jauh, ia mengkritik bahwa kalangan neoliberal ini "tidak paham tantangan urbanisasi" yang seharusnya bertumpu pada pelayanan publik terbaik.
"Ada asumsi sesat bahwa KUR Perumahan akan menyerap permukiman kumuh secara otomatis, padahal yang terjadi hanyalah segregasi spasial dan sosial," ujar Jehansyah kepada Kompas.com, Minggu (20/7/2025).
Program KUR Perumahan ini, kata Jehansyah, jelas berorientasi market-led housing finance, yang terang-terangan mendorong kepemilikan rumah dan bisnis properti, sebuah warisan paradigma neoliberal yang masih dipertahankan.
Jehansyah juga mempertanyakan pemerintah masih memaksakan program kredit bank, padahal sudah terbukti tidak mengurangi housing backlog.
Jawabannya, menurutnya, karena para pejabat malas membangun delivery system, dan tidak punya lembaga pelaksana yang kuat.
Ia menegaskan, tugas membina usaha (seperti toko bangunan dan pengembang UMKM) sebenarnya adalah ranah sektor perdagangan dan UMKM.