Ngatemin mengakui bahwa industri jalan tol secara keseluruhan sedang mengalami penurunan nilai.
"Sebenarnya ya, industri tolnya sendiri lagi turun ya," jelasnya. Hal ini membuat nilai valuasi aset tol menjadi kurang menarik bagi calon investor.
Kedua, rendahnya trafik dan revenue. Beberapa ruas tol yang dimiliki WIKA memiliki traffic yang rendah, yang berdampak pada rendahnya revenue.
Ngatemin mencontohkan Tol Balsam dengan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)-nya rendah.
Kondisi ini membuat calon pembeli, termasuk Jasa Marga, belum menunjukkan minat yang kuat.
Baca juga: Wika Beton Wakili Indonesia Bahas Infrastruktur Jalan Berkelanjutan
"Bisa jadi enggak mau ngambil, kan," katanya.
Ketiga, belum ada calon pembeli spesifik. Hingga saat ini, WIKA belum memiliki calon pembeli spesifik yang akan mengakuisisi aset jalan tolnya.
Meskipun menghadapi tantangan, WIKA tetap berharap agar divestasi aset jalan tol dapat terealisasi.
Ngatemin mengisyaratkan bahwa dengan adanya fokus pada Ibu Kota Nusantara (IKN), bisa jadi ada peluang baru bagi aset jalan tol mereka.
Baca juga: Wika Gedung Sepakat Bagikan Dividen 10 Persen dari Laba Bersih 2024
"Harapannya yang salah satunya kan IKN kan, ya kita tunggu," imbuhnya.
Target WIKA adalah menyelesaikan sebagian besar proses divestasi pada tahun depan, dengan aset yang lebih kecil diharapkan bisa tuntas tahun ini.
Divestasi ini merupakan bagian integral dari upaya WIKA untuk meningkatkan ekuitas perusahaan dan memperkuat fundamental keuangan.
Dengan mengalihkan fokus dari kepemilikan aset jangka panjang ke peran kontraktor, WIKA berharap dapat lebih lincah dan efisien dalam menjalankan bisnis konstruksinya, serta menghadapi tantangan pasar dengan fondasi yang lebih sehat.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini