KOMPAS.com - Isu kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) mencuat di sejumlah daerah dalam beberapa waktu terakhir.
Yang menjadi sorotan publik tentu kenaikan PBB hingga 250 persen di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Meskipun kebijakan itu telah dibatalkan oleh Bupati Pati Sudewo, aksi unjuk rasa besar-besaran tak terhindarkan pada Rabu (13/8/2025).
Baca juga: Cara Menghitung PBB, Lengkap dengan Contoh Simulasinya
Tak hanya di Pati, isu PBB naik juga terjadi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Di mana terdapat beberapa warga yang mendapati kenaikan PBB hingga 400 persen dan bahkan lebih.
Sebagaimana dilansir dari Kompas.id, menurut Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Jombang, kenaikan pajak secara signifikan itu terjadi akibat kebijakan pembaruan data nilai jual obyek pajak (NJOP) yang lama tidak dilakukan.
Sementara, NJOP menjadi salah satu komponen dalam penghitungan PBB.
Kemudian di Kabupaten Semarang, dikutip dari Kompas.com, terdapat seorang warga di Kabupaten Semarang yang mendapati kenaikan PBB hingga 400 persen.
Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang menyebut bahwa tidak ada kenaikan tarif PBB, melainkan hanya penilaian ulang terhadap obyek PBB.
Hal senada juga terjadi di Jakarta, Praktisi Properti sekaligus Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), Bambang Ekajaya mengatakan sejak zaman Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, PBB menjadi salah satu andalan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengejar Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di daerahnya.
Menurut dia, hal itulah yang ditiru Pemda-Pemda lain di Indonesia untuk meningkatkan pendapatan di masing-masing daerahnya.
"Ini memang menjadi fenomena untuk mencapai target pertumbuhan daerah. Hanya kadang hal ini dilakukan tanpa mengukur kemampuan masyarakat dan pengusaha," ujar Bambang kepada Kompas.com, Rabu (13/8/2025).
Baca juga: Cara Cek PBB Online, Bisa Lewat E-commerce hingga Situs Pemda
Dia juga merasakan PBB di Jakarta juga mengalami kenaikan. Khususnya PBB di area-area bisnis dirasa meningkat cukup masif.
Di kantornya, NJOP tanah pada tahun 2024 sekitar Rp 25 juta per meter persegi. Namun pada tahun 2025, menjadi naik sampai Rp 33 juta per meter persegi, atau lebih dari 33 persen.
"Dan celakanya lagi, nilai PBB NJOP, khususnya di area-area komersial jauh dari nilai real di market, bahkan bisa lebih dari dua kali nilai transaksi yang terjadi," ucapnya
"Akibatnya BPHTB yang 5 persen, yang minimal sama dengan NJOP, membuat biaya balik nama melonjak bisa lebih 20 persen dari nilai transaksi yang sebenarnya," imbuhnya.