KOMPAS.com - Sekitar 70 juta tahun lalu, menjelang akhir zaman dinosaurus, seekor buaya purba ganas berkeliaran di dataran banjir Patagonia, Argentina. Senyum sinisnya dipenuhi lebih dari 50 gigi tajam bergerigi yang, menurut para ilmuwan, mirip dengan gigi Tyrannosaurus rex.
Spesies baru ini diberi nama Kostensuchus atrox, seekor buaya darat pemakan daging murni (hypercarnivore) sekaligus predator puncak pada zamannya. “Giginya bisa dibandingkan dengan T. rex, berbentuk kerucut dan tajam seperti pisau,” kata Diego Pol, paleontolog sekaligus peneliti National Geographic Explorer yang ikut menemukan fosil ini. Ia menambahkan, rahangnya yang besar mampu “membelah tubuh mangsanya menjadi dua bagian hanya dengan satu gigitan.”
Penemuan fosil tengkorak dan sebagian kerangka buaya purba ini dipublikasikan pada 27 Agustus di jurnal PLOS One.
Baca juga: Deinosuchus: Buaya Purba Raksasa yang Mengalahkan Dinosaurus
Meskipun ukurannya lebih kecil dibanding buaya modern terbesar, tim peneliti menduga Kostensuchus atrox memiliki kaki yang lebih panjang dan tegak. Hal ini kemungkinan membuatnya lebih lincah berburu mangsa di darat, termasuk dinosaurus herbivora kecil.
Namun, tidak semua ahli sepakat. Eric Willberg, paleontolog dari Stony Brook University, menilai bukti gerak di darat masih campur aduk. Bentuk panggulnya bisa jadi masih mendukung gaya berjalan menyamping seperti buaya modern, bukan sepenuhnya tegak.
Meski demikian, fosil ini tetap memberi petunjuk berharga. Ditemukan di ujung selatan Patagonia yang dekat dengan Antarktika, keberadaannya menunjukkan bahwa buaya purba bisa berkembang di darat pada iklim hangat dan lembap di wilayah yang kini tertutup salju dan es. “Ini memberi gambaran betapa dramatis perubahan iklim sejak zaman itu,” ujar Pol.
Baca juga: Mengapa Tidak Ikut Punah? Ini Rahasia Buaya Bertahan sejak Zaman Dinosaurus
Dalam pohon keluarga buaya purba (crocodyliforms), Kostensuchus termasuk dalam kelompok peirosaurid—kerabat jauh buaya, aligator, dan kaiman, namun bukan nenek moyang langsungnya.
Spesies ini istimewa karena menjadi peirosaurid paling selatan yang pernah ditemukan sekaligus salah satu yang paling lengkap. Menurut Stephanie Drumheller-Horton, paleontolog dari University of Tennessee, fosil ini adalah “spesimen indah dari bagian pohon keluarga buaya yang jarang dipahami.”
Baca juga: Fosil Karnivora Mirip Buaya di Karibia: Menguak Jejak Terakhir Sebecid
Pada Maret 2020, tim paleontolog Argentina yang dipimpin Fernando Novas dan Marcelo Isasi melakukan ekspedisi ke Formasi Chorrillo, wilayah yang juga melahirkan fosil dinosaurus besar seperti Maip macrothorax dan Nullotitan glaciaris.
Di penghujung hari pertama, Isasi menemukan potongan tulang berwarna hitam di batu kapur. “Rekan saya langsung berkata, ‘Marcelo, itu gigi—dan sangat besar!’ Saat melihat lebih dekat, saya menemukan bentuk yang tak salah lagi dan berkata, ‘Itu tengkorak!’” kenangnya.
Baca juga: Ahli Sebut Kecerdasan T. rex Setara dengan Buaya Besar
Saat penggalian berlangsung, dunia dilanda pandemi COVID-19. Tim harus menghentikan ekspedisi dan bahkan sempat terjebak di kabin selama sepuluh hari karena lockdown. Fosil yang sudah dievakuasi kemudian dibawa lebih dari 2.400 km ke Buenos Aires.
Karena laboratorium museum ditutup, fosil besar itu akhirnya dipindahkan ke rumah Isasi. Dibantu istri dan anak-anaknya, ia menghabiskan enam bulan menyingkirkan batu dengan palu pneumatik. Perlahan, gigi runcing berkilau muncul dari moncong fosil, menandakan predator menakutkan dari masa lalu.
Tengkoraknya berukuran sekitar 50 cm dengan moncong lebar. Gigi-giginya yang panjangnya hingga 5 cm tampak lebih besar proporsinya dibanding buaya modern. Rahang dan ototnya menunjukkan kemampuan gigitan yang luar biasa kuat.
Baca juga: Bagaimana Evolusi pada Buaya Terjadi?
Menariknya, beberapa tulang belakang Kostensuchus menunjukkan bekas patah yang sudah sembuh. Hal ini diduga akibat pertarungan antar sesama buaya purba, mungkin karena perebutan makanan atau wilayah. “Pertarungan demi makanan atau teritorial adalah salah satu kemungkinan,” jelas Pol.
Dalam rekonstruksi video, ilmuwan menggambarkan dua buaya purba ini saling menyerang dengan berdiri di kaki belakang, mirip pertarungan komodo modern.
Baca juga: Seperti Apa Buaya Terbesar di Dunia yang Hidup di Penangkaran?
Banyak orang membayangkan buaya purba serupa dengan buaya modern yang mengintai di sungai. Faktanya, pada zaman Kapur, buaya memiliki bentuk dan gaya hidup yang jauh lebih beragam: ada yang menjadi pemakan tumbuhan, ada yang raksasa karnivora, hingga ada yang berlapis perisai mirip armadillo.
“Kostensuchus memberi gambaran betapa luar biasanya keragaman buaya purba sebelum punah,” ujar Pol. “Mereka sangat beragam sampai akhir.”
Stephanie Drumheller-Horton menambahkan, “Meski sering disebut ‘fosil hidup,’ kenyataannya buaya punya banyak variasi bentuk unik di masa lalu. Itu pengingat bahwa di ‘Zaman Dinosaurus,’ dinosaurus bukanlah satu-satunya penguasa.”
Baca juga: 7 Buaya Terbesar yang Pernah Hidup di Bumi
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini