KOMPAS.com - Sebuah pemandangan kosmik yang memukau kembali ditangkap oleh James Webb Space Telescope (JWST). Kali ini, teleskop paling canggih milik manusia itu mengarahkan pandangannya pada Nebula Kupu-Kupu (Butterfly Nebula atau NGC 6302), sebuah peninggalan dramatis dari bintang yang sedang sekarat.
Di balik keindahan "sayap kosmik" ini, para ilmuwan menemukan petunjuk penting tentang bagaimana bahan dasar pembentuk Bumi dan planet-planet lain bisa tersebar ke seluruh jagat raya.
Baca juga: James Webb Rayakan Ulang Tahun ke-3 dengan Foto Spektakuler Nebula Telapak Kucing
Nebula Kupu-Kupu berjarak sekitar 3.400 tahun cahaya dari Bumi, terletak di rasi Scorpius. Pada pusat nebula ini terdapat salah satu bintang terpanas di galaksi Bima Sakti — sebuah katai putih (white dwarf) yang suhunya mencapai lebih dari 220.000 kelvin atau hampir 400.000 derajat Fahrenheit.
Saat memasuki fase kematiannya, bintang ini melontarkan lapisan luarnya dalam bentuk gas panas yang membentuk dua "sayap" menyerupai kupu-kupu. Fenomena ini menjadi salah satu tontonan paling indah dalam astronomi.
Baca juga: Uniknya Nebula Mata Kucing di Konstelasi Draco
Dua tampilan Nebula Kupu-kupu, terlihat dalam cahaya optik dan inframerah dekat oleh Hubble. Sebelumnya, Hubble Space Telescope sudah pernah memotret nebula ini dan memperlihatkan bentuk sayap bercahaya dengan pusat bintang yang menyala terang. Namun, dengan teknologi inframerah JWST, detail yang lebih menakjubkan berhasil terungkap.
Para ilmuwan kini bisa melihat dengan jelas:
Detail-detail ini membuka wawasan baru tentang betapa kompleksnya proses kematian bintang.
Baca juga: Mengapa Nebula Boomerang Menjadi Tempat Terdingin di Alam Semesta?
Menurut tim peneliti, pengamatan ini bukan hanya soal estetika, tapi juga kunci memahami asal-usul bahan pembentuk planet.
“Penemuan ini adalah langkah besar dalam memahami bagaimana bahan dasar planet terbentuk,” kata Mikako Matsuura, astrofisikawan dari Cardiff University sekaligus penulis utama studi tersebut.
Ia menambahkan, “Kami bisa melihat ‘permata dingin’ yang terbentuk di zona tenang dan tahan lama, sekaligus ‘debu panas’ yang lahir di wilayah ganas dan bergerak cepat, semua dalam satu objek.”
Baca juga: Fenomena Apa Itu Nebula di Luar Angkasa?
Nebula Kupu-Kupu termasuk dalam kategori planetary nebula. Nama ini sedikit menyesatkan karena nebula ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan planet. Istilah itu muncul karena astronom awal keliru menyangka bentuk bulat nebula mirip planet.
Dalam penelitian terbaru, JWST mendeteksi jejak kuarsa, besi, nikel, serta senyawa karbon kompleks yang dikenal sebagai polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH).
Para ilmuwan meyakini, senyawa organik ini terbentuk ketika gelembung angin panas dari bintang pusat menghantam gas di sekitarnya. Partikel debu kosmik inilah yang suatu saat bisa menjadi bahan baku bagi planet berbatu seperti Bumi.
Baca juga: Keindahan Cahaya Nebula dari Ledakan Bintang yang Sekarat, Objek Apa Itu?
Proses kematian bintang, meski tampak seperti kehancuran, justru merupakan cara alam semesta mendaur ulang unsur-unsur penting. Saat bintang raksasa mati, mereka memproduksi dan menyebarkan elemen berat yang kemudian dapat menjadi fondasi bagi planet, lautan, bahkan kehidupan.
Penelitian yang dipublikasikan pada 27 Agustus di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society ini memperkuat pemahaman kita bahwa asal-usul Bumi terhubung erat dengan kematian bintang-bintang purba miliaran tahun lalu.
Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Apa Itu Nebula, Fenomena di Tengah Gelapnya Ruang Angkasa?
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang