KOMPAS.com – Penggunaan rokok obat sebagai bahan terapi uap kini mulai dilirik sebagai alternatif untuk mengatasi gangguan pernapasan.
Beberapa orang memilih merebus isi rokok obat dalam air panas, lalu menghirup uapnya dengan harapan bisa meredakan keluhan di saluran napas atau bahkan menunjang perawatan kecantikan.
Namun, menurut dr. Brigitta Devi Anindita, Sp.P, Dokter Spesialis Paru dari RS UNS, praktik tersebut perlu diwaspadai karena belum memiliki dasar ilmiah yang kuat dan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan.
“Ya, berisiko bila terhirup dalam jangka waktu lama,” ujar Brigitta saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/6/2025).
Baca juga: Tren Rokok Obat untuk Terapi Pernapasan Berisiko Picu Gangguan Paru, Ini Kata Dokter
Berbeda dari pemakaian konvensional yang dibakar dan diisap, beberapa pengguna memilih untuk membuka batang rokok obat, merebus isinya, lalu menghirup uap dari rebusan tersebut.
Cara ini dianggap sebagai metode alami dan praktis, terutama bagi mereka yang mencari pengobatan non-obat medis.
Namun, Brigitta menegaskan bahwa pendekatan semacam ini tidak boleh dianggap aman hanya karena menggunakan bahan yang disebut "herbal".
“Bahan medis juga ada yang berasal dari bahan alami, tetapi penggunaannya melalui proses penelitian panjang dan dosisnya diukur secara pasti,” katanya.
Baca juga: Remaja dan Rokok Elektronik: Promosi Kian Masif, Pemerintah Soroti Bahayanya
Brigitta mengingatkan bahwa belum ada studi ilmiah yang mengkaji efek jangka pendek maupun jangka panjang dari menghirup uap rokok obat.
Komposisi bahan di dalam rokok obat yang dipanaskan bisa menghasilkan uap dengan kandungan zat aktif yang tidak terkontrol.
Paparan ini, menurutnya, dapat mengiritasi saluran napas dan berisiko menimbulkan masalah baru, terutama jika digunakan berulang dalam jangka waktu lama.
Meski rokok obat kerap diklaim berbahan alami, bukan berarti metode penggunaannya bebas risiko.
Tanpa standar dosis dan keamanan yang jelas, uap dari bahan tersebut bisa berinteraksi di dalam tubuh dan memicu efek yang tidak diinginkan.
“Bahaya karena belum diketahui dampak jangka panjangnya,” tegas Brigitta.
Penggunaan zat aktif tanpa panduan medis berisiko menyebabkan gangguan pernapasan kronis, terutama jika dilakukan secara rutin tanpa pengawasan tenaga profesional.
Brigitta menyarankan agar masyarakat lebih selektif dalam memilih metode pengobatan alternatif, terlebih jika menyangkut organ vital seperti paru-paru.
Tanpa penelitian yang memadai, terapi uap dari rokok obat sebaiknya tidak digunakan sebagai pengobatan utama.
Langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan tenaga medis yang kompeten untuk memastikan pengobatan yang dilakukan aman dan sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang