Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Bahaya Terapi Uap dari Rokok Obat, Dokter: Bisa Ganggu Pernapasan

Kompas.com - 11/06/2025, 22:30 WIB
Ria Apriani Kusumastuti

Penulis

KOMPAS.com – Penggunaan rokok obat sebagai bahan terapi uap kini mulai dilirik sebagai alternatif untuk mengatasi gangguan pernapasan.

Beberapa orang memilih merebus isi rokok obat dalam air panas, lalu menghirup uapnya dengan harapan bisa meredakan keluhan di saluran napas atau bahkan menunjang perawatan kecantikan.

Namun, menurut dr. Brigitta Devi Anindita, Sp.P, Dokter Spesialis Paru dari RS UNS, praktik tersebut perlu diwaspadai karena belum memiliki dasar ilmiah yang kuat dan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan.

“Ya, berisiko bila terhirup dalam jangka waktu lama,” ujar Brigitta saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/6/2025).

Baca juga: Tren Rokok Obat untuk Terapi Pernapasan Berisiko Picu Gangguan Paru, Ini Kata Dokter

Rokok obat direbus, uapnya dihirup

Berbeda dari pemakaian konvensional yang dibakar dan diisap, beberapa pengguna memilih untuk membuka batang rokok obat, merebus isinya, lalu menghirup uap dari rebusan tersebut.

Cara ini dianggap sebagai metode alami dan praktis, terutama bagi mereka yang mencari pengobatan non-obat medis.

Namun, Brigitta menegaskan bahwa pendekatan semacam ini tidak boleh dianggap aman hanya karena menggunakan bahan yang disebut "herbal".

“Bahan medis juga ada yang berasal dari bahan alami, tetapi penggunaannya melalui proses penelitian panjang dan dosisnya diukur secara pasti,” katanya.

Baca juga: Remaja dan Rokok Elektronik: Promosi Kian Masif, Pemerintah Soroti Bahayanya

Risiko menghirup uap dari bahan yang tak jelas

Brigitta mengingatkan bahwa belum ada studi ilmiah yang mengkaji efek jangka pendek maupun jangka panjang dari menghirup uap rokok obat.

Komposisi bahan di dalam rokok obat yang dipanaskan bisa menghasilkan uap dengan kandungan zat aktif yang tidak terkontrol.

Paparan ini, menurutnya, dapat mengiritasi saluran napas dan berisiko menimbulkan masalah baru, terutama jika digunakan berulang dalam jangka waktu lama.

Meski rokok obat kerap diklaim berbahan alami, bukan berarti metode penggunaannya bebas risiko.

Tanpa standar dosis dan keamanan yang jelas, uap dari bahan tersebut bisa berinteraksi di dalam tubuh dan memicu efek yang tidak diinginkan.

“Bahaya karena belum diketahui dampak jangka panjangnya,” tegas Brigitta.

Penggunaan zat aktif tanpa panduan medis berisiko menyebabkan gangguan pernapasan kronis, terutama jika dilakukan secara rutin tanpa pengawasan tenaga profesional.

Brigitta menyarankan agar masyarakat lebih selektif dalam memilih metode pengobatan alternatif, terlebih jika menyangkut organ vital seperti paru-paru.

Tanpa penelitian yang memadai, terapi uap dari rokok obat sebaiknya tidak digunakan sebagai pengobatan utama.

Langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan tenaga medis yang kompeten untuk memastikan pengobatan yang dilakukan aman dan sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Daftar 25 Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026, Ada 5 Long Weekend
Daftar 25 Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026, Ada 5 Long Weekend
Tren
Anak Kembar Identik Tenyata Tak Punya IQ Sama, Ini Penjelasan Studi
Anak Kembar Identik Tenyata Tak Punya IQ Sama, Ini Penjelasan Studi
Tren
7 Fakta di Balik Vidi Aldiano Hiatus, Rehat Perdana sejak 2014 dan Siapkan Album Baru
7 Fakta di Balik Vidi Aldiano Hiatus, Rehat Perdana sejak 2014 dan Siapkan Album Baru
Tren
Dark Jokes Ternyata Cermin Kecerdasan dan Ketenangan Emosi, Ini Penjelasan Ilmuwan
Dark Jokes Ternyata Cermin Kecerdasan dan Ketenangan Emosi, Ini Penjelasan Ilmuwan
Tren
PB XIII Mangkat: Ini Rute Kirab, Aturan bagi Pelayat, dan Makna Pemakaman di Imogiri
PB XIII Mangkat: Ini Rute Kirab, Aturan bagi Pelayat, dan Makna Pemakaman di Imogiri
Tren
10 Negara Paling Menyatu dengan Alam, Ada Indonesia?
10 Negara Paling Menyatu dengan Alam, Ada Indonesia?
Tren
Ramai soal Peserta TKA Bisa Live TikTok Saat Ujian, Ini Penjelasan Kemendikdasmen
Ramai soal Peserta TKA Bisa Live TikTok Saat Ujian, Ini Penjelasan Kemendikdasmen
Tren
Beli Tiket Kereta Lokal tapi Tak Dapat Kursi, Bolehkah Duduk di 1A/B dan 24A/B?
Beli Tiket Kereta Lokal tapi Tak Dapat Kursi, Bolehkah Duduk di 1A/B dan 24A/B?
Tren
10 Karakter Seseorang yang Tersirat dari Caranya Memesan Kopi
10 Karakter Seseorang yang Tersirat dari Caranya Memesan Kopi
Tren
Kisah Bayi '7-Eleven' yang Lahir pada 7/11 Pukul 7.11 Malam, Berat 7 Pon 11 Ons, dan Dapat Dana Kuliah 7.111 Dollar AS
Kisah Bayi "7-Eleven" yang Lahir pada 7/11 Pukul 7.11 Malam, Berat 7 Pon 11 Ons, dan Dapat Dana Kuliah 7.111 Dollar AS
Tren
Setelah Gelar Pangeran Dicabut, Raja Charles III Kini Berupaya Hapus Gelar Militer Terakhir Andrew
Setelah Gelar Pangeran Dicabut, Raja Charles III Kini Berupaya Hapus Gelar Militer Terakhir Andrew
Tren
Ilmuwan Temukan Medan Magnet Bumi Pernah Kacau 500 Juta Tahun Lalu, Apa yang Terjadi?
Ilmuwan Temukan Medan Magnet Bumi Pernah Kacau 500 Juta Tahun Lalu, Apa yang Terjadi?
Tren
Ada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Ini Alasan 5 Anggota DPR Nonaktif Dilaporkan ke MKD
Ada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Ini Alasan 5 Anggota DPR Nonaktif Dilaporkan ke MKD
Tren
Cara Menyaksikan Fenomena Supermoon Emas 5 November 2025
Cara Menyaksikan Fenomena Supermoon Emas 5 November 2025
Tren
BPOM Pastikan Obat Atorvastatin yang Ditarik di AS Tak Beredar di Indonesia
BPOM Pastikan Obat Atorvastatin yang Ditarik di AS Tak Beredar di Indonesia
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau