Chevron memangkas 15–20 persen dari total 45.600 pekerjanya. Pemotongan ini terkait integrasi akuisisi Hess dan ditargetkan menghemat antara Rp 31 triliun hingga Rp 46 triliun pada 2026.
Seorang juru bicara Chevron menyatakan, PHK dilakukan untuk menyederhanakan struktur organisasi.
"Chevron mengambil tindakan untuk menyederhanakan struktur organisasi kami, mengeksekusi lebih cepat dan efektif, serta memposisikan perusahaan untuk daya saing jangka panjang yang lebih kuat," jelasnya.
Perusahaan energi asal Inggris ini memotong 4.700 staf tetap dan 3.000 kontraktor, sekitar 5 persen dari total tenaga kerja global.
"Kami memperkuat daya saing kami dan membangun ketahanan saat menurunkan biaya, mendorong peningkatan kinerja, dan memanfaatkan kapabilitas utama kami," kata pihak perusahaan.
Baca juga: Ekonom Ungkap 5 Penyebab PHK Meningkat 32 Persen Sepanjang Januari-Juni 2025
Produsen kosmetik global ini mengumumkan program "Profit Recovery and Growth Plan" dengan target penghematan mencapai Rp 12,4–15,5 triliun.
Program itu mencakup pemangkasan 5.800–7.000 pekerjaan.
Universitas ternama di AS ini melakukan PHK terbesar sepanjang sejarahnya, dengan lebih dari 2.000 posisi dihapus. Pemangkasan ini dipicu hilangnya pendanaan USAID senilai Rp12,4 triliun.
Seorang juru bicara universitas menegaskan, "Ini adalah hari yang sulit bagi seluruh komunitas kami."
Meta melanjutkan tren pengurangan karyawan sejak 2022. Tahun ini, perusahaan memangkas 5 persen dari total staf, termasuk di divisi Facebook, Horizon VR, dan Reality Labs.
"Saya memutuskan untuk menaikkan standar dalam manajemen kinerja dan akan bergerak cepat untuk mengeluarkan pekerja dengan kinerja rendah," ujar CEO Mark Zuckerberg.
Baca juga: Menaker Tahan Ungkap Data PHK Terbaru, Pengamat Khawatir Rawan Disinformasi
Dilansir dari The Economic Times, Jumat, penyebab PHK global 2025 antara lain AI, efisiensi, merger, hingga restrukturisasi hadir bersamaan.
Bagi pekerja, peta risikonya bergeser menjadi peran rutin makin rentan, sementara keahlian AI/analitik justru naik daun.
WEF memperkirakan dampak AI terhadap lapangan kerja tidak homogen: sebagian peran berkurang, sebagian meningkat.
Karena itu, perusahaan teknologi yang melakukan PHK karena otomatisasi dan AI bisa saja tetap membuka lowongan di fungsi prioritas.
"Lingkungan tempat kita beroperasi saat ini menuntut pendekatan baru, terutama mengingat ukuran dan skala kita," ujar CEO Workday Carl Eschenbach.
Penjelasan tersebut merupakan pesan yang mencerminkan arah baru banyak organisasi.
Kesimpulannya, perusahaan yang melakukan PHK pada 2025 memperlihatkan dua pola yang akan terus berjalan paralel.
Di tengah PHK besar di sektor energi, ritel, dan manufaktur tahun 2025, pekerja yang cepat mengakselerasi keterampilan digital atau AI berpeluang lebih siap menghadapi gelombang berikutnya.
Baca juga: Angka Kemiskinan Turun di Tengah Gelombang PHK, Apakah Data BPS Menggambarkan Realita?
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini