KOMPAS.com - Pertamina Patra Niaga menegaskan, penggunaan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) merupakan best practice yang telah diterapkan secara internasional.
Langkah tersebut sejalan dengan upaya global untuk menekan emisi karbon, meningkatkan kualitas udara, sekaligus mendukung transisi energi yang berkelanjutan.
Pj Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Roberth MV Dumatubun mengatakan, penggunaan etanol dalam BBM sebenarnya bukan hal yang baru.
Penggunaan etanol merupakan praktik yang sudah mapan secara global. Implementasi ini dinilai terbukti mampu mengurangi emisi gas buang dan menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil murni.
“Serta mendukung peningkatan perekonomian masyarakat lokal melalui pemanfaatan bahan baku pertanian,” ujar Roberth dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (3/10/2025).
Baca juga: Perbandingan Harga BBM Pertamina, Shell, dan BP AKR per 1 Oktober 2025
Roberth menjelaskan, etanol berasal dari tumbuhan, seperti tebu atau jagung, yang menjadikan senyawa ini lebih ramah lingkungan ketimbang bahan bakar fosil murni.
Emisi gas buang kendaraan bisa berkurang sehingga kualitas udara lebih baik bila mencampurkan etanol ke dalam BBM.
Roberth menambahkan, penggunaan etanol dalam BBM sudah terbukti menjadi standar di beberapa negara, salah satunya di AS.
Negeri Paman Sam melalui program Renewable Fuel Standard (RFS) sudah mewajibkan pencampuran etanol ke dalam bensin dengan kadar umum E10 (10 persen etanol) dan E85 untuk kendaraan fleksibel.
Selain itu, Brasil juga menjadi pelopor penggunaan etanol berbasis tebu. Hal ini dilakukan dengan implementasi skala nasional hingga mencapai campuran E27 (27 persen etanol) pada bensin.
Campuran tersebut membuat Brasil dikenal sebagai salah satu negara dengan kendaraan berbahan bakar etanol terbesar di dunia.
Masyarakat Brasil juga sudah terbiasa mengisi BBM dengan etanol sejak puluhan tahun lalu.
Baca juga: Stok BBM Tiba, Pertamina dan BU Swasta Sepakat Libatkan Pengawasan Independen
Di sisi lain, Roberth menyinggung langkah Uni Eropa yang mengadopsi campuran etanol dalam BBM melalui kebijakan Renewable Energy Directive (RED II) dengan target bauran energi terbarukan di sektor transportasi.
Campuran E10 saat ini sudah menjadi standar di banyak negara Eropa, seperti Perancis, Jerman, dan Inggris, untuk mengurangi polusi udara.
Sementara itu, di kawasan Asia ada India yang mendorong program etanol blending hingga 20 persen (E20) pada 2030.