KOMPAS.com – Perempuan dinilai memegang peran sentral dalam pencegahan demam berdarah dengue (DBD) di tingkat keluarga dan komunitas.
Posisi mereka sebagai pengambil keputusan di rumah tangga membuat keterlibatan aktif perempuan menjadi kunci.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr. Sukamto, SpPD, K-AI, FINASIM, mengatakan perempuan sering menjadi penggerak aksi pencegahan di lingkup rumah dan lingkungan.
“Pencegahan dengue harus dilakukan menyeluruh melalui 3M Plus, pelindung diri, dan metode inovatif seperti vaksinasi yang direkomendasikan asosiasi medis,” ujarnya dalam gelar wicara Peran Ibu sebagai Penjaga Keluarga di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (11/8/2025).
Baca juga: Ibu Hamil dan Lansia, Ini Kelompok yang Rentan Alami Komplikasi akibat DBD
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga pekan ke-25 tahun ini tercatat 79.843 kasus dengue dengan 359 kematian atau case fatality rate (CFR) 0,45 persen.
Pada 2024, kasus DBD mencapai 257.455 dengan 1.461 kematian, menjadikan Indonesia sebagai penyumbang tertinggi kasus dan kematian akibat dengue di ASEAN.
Sukamto menambahkan, orang dewasa dengan penyakit penyerta seperti hipertensi, obesitas, diabetes, gangguan ginjal, dan penyakit paru-paru memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD berat.
Ia menekankan pentingnya edukasi yang memberdayakan perempuan untuk melindungi keluarganya.
Baca juga: Virus DBD Hanya Ditularkan Nyamuk, Tapi Risiko Kematian Meningkat Jika Salah Deteksi
Dalam kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Anak Konsultan, dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH, mengingatkan bahwa anak-anak, terutama usia 5–14 tahun, merupakan kelompok paling rentan terhadap infeksi dengue.
“Infeksi kedua pada anak justru berisiko menimbulkan gejala lebih berat,” kata Bernie.
Menurutnya, pencegahan menjadi langkah utama karena hingga kini belum ada pengobatan spesifik untuk dengue.
Gejala yang perlu diwaspadai meliputi demam tinggi, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri otot dan sendi, serta ruam kulit.
Bernie menjelaskan, fase kritis terjadi saat demam mulai menurun. Kondisi ini berisiko memicu syok dengue jika tidak segera mendapat penanganan medis.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini