Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Australia Tembak Mati 700 Koala Pakai Helikopter

Kompas.com - 23/04/2025, 16:57 WIB
Albertus Adit,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

MELBOURNE, KOMPAS.com - Australia dilanda kontroversi setelah ratusan koala ditembak mati oleh penembak jitu menggunakan helikopter pada Sabtu (19/4/2025), dalam upaya pemusnahan oleh otoritas setempat.

Pemusnahan ini dilakukan setelah kebakaran hutan hebat menghancurkan habitat alami mamalia ikonik tersebut di kawasan Victoria barat daya, yang menjadi situs warisan dunia Budj Bim.

Lebih dari 700 koala diperkirakan menjadi korban, dengan kekhawatiran akan terus meningkat dalam beberapa hari mendatang.

Baca juga: Merpati yang Terbang Lintas Samudra dari AS ke Australia Akan Disuntik Mati

Aktivis perlindungan hewan dan masyarakat setempat menanggapi dengan kemarahan, menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap metode yang digunakan dalam upaya tersebut.

Pemusnahan ini dilakukan oleh penembak jitu dari Departemen Energi, Lingkungan, dan Aksi Iklim (DEECA), yang berpatroli di area terdampak kebakaran yang dipicu sambaran petir bulan lalu.

Meskipun pihak berwenang menjelaskan bahwa tindakan ini diambil untuk mengurangi penderitaan koala yang menderita luka parah, metode ini mendapat kritikan tajam dari banyak pihak.

Jess Robertson, Presiden Koala Alliance, mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap keputusan tersebut.

"Tidak mungkin mereka dapat mengetahui apakah seekor koala dalam kondisi buruk hanya dari helikopter," ujarnya, dikutip dari The Independent.

Robertson juga membagikan gambar helikopter yang terbang di atas hutan yang terbakar di media sosial, menunjukkan keprihatinannya terhadap metode yang digunakan.

Menurut Robertson, banyak dari koala yang ditembak berasal dari perkebunan pohon karet biru yang baru dipanen di dekat taman nasional.

“DEECA terus menembaki mereka. Jumlah koala mati terus bertambah. Jika koala ditembak dari pohon, ini berarti banyak anak koala yang akan menderita dan mati. Itu tercela. Itu kejam. Itulah sebabnya DEECA tidak ingin masyarakat tahu,” tambahnya.

Kepala Menteri Victoria, Jacinta Allan, membela kebijakan ini, menyatakan bahwa koala-koala yang ditembak mengalami luka parah dan sangat menderita.

"Saya mendengar bahwa departemen melakukan penilaian ekstensif dalam konteks kebakaran hutan yang melanda masyarakat setempat yang dimulai oleh sambaran petir," ungkap Allan.

Ia menegaskan bahwa keputusan ini diambil setelah melakukan pemeriksaan keadaan, dan dianggap sebagai cara untuk mengurangi penderitaan koala.

Baca juga: Polisi India Tahan Burung Merpati 8 Bulan, Diduga Mata-mata China

Namun, para peneliti koala menilai bahwa pendekatan ini menunjukkan kegagalan dalam pengelolaan spesies dan habitat mereka.

Rolf Schlagloth, peneliti dari CQ University Australia, menyatakan bahwa meskipun kebakaran hutan tidak bisa sepenuhnya dicegah, pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan dan sehat dapat membantu mengurangi risiko kebakaran yang lebih besar.

"Habitat koala yang luas dan terhubung sangat penting, begitu pula pengelolaan perkebunan pohon blue gum yang memperhatikan kebutuhan koala."

"Eutanasia harus digunakan hanya sebagai pilihan terakhir saat hewan terluka parah. Namun, pemusnahan melalui udara tampaknya merupakan metode yang sangat tidak pandang bulu," kata Dr Schlagloth.

Kontroversi ini menambah panjang daftar tantangan yang dihadapi dalam upaya pelestarian koala di Australia, yang populasinya semakin terancam akibat hilangnya habitat dan dampak perubahan iklim.

Baca juga: Koala Masuk Toko di Australia, Keras Kepala Tak Mau Dikeluarkan

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Ketika Jet Tempur Andalan AS Jatuh oleh Rudal Usang Lawas Soviet...
Ketika Jet Tempur Andalan AS Jatuh oleh Rudal Usang Lawas Soviet...
Internasional
Parlemen ASEAN Soroti Demo Indonesia, Kecam Tindakan Keras Aparat
Parlemen ASEAN Soroti Demo Indonesia, Kecam Tindakan Keras Aparat
Internasional
Pria di China Bobol Rumah, Ambil Darah Korban untuk Redakan Stres
Pria di China Bobol Rumah, Ambil Darah Korban untuk Redakan Stres
Internasional
Museum Legendaris Van Gogh Belanda Terancam Tutup, Kurang Dana Rp 2 Triliun
Museum Legendaris Van Gogh Belanda Terancam Tutup, Kurang Dana Rp 2 Triliun
Internasional
Vietnam Naikkan Tunjangan Guru 70 Persen
Vietnam Naikkan Tunjangan Guru 70 Persen
Internasional
Korban Salah Tangkap Meninggal, Polisi Jepang Minta Maaf 4 Tahun Kemudian
Korban Salah Tangkap Meninggal, Polisi Jepang Minta Maaf 4 Tahun Kemudian
Internasional
Heboh Anjing Bertato di China, Dianggap Penyiksaan Hewan
Heboh Anjing Bertato di China, Dianggap Penyiksaan Hewan
Internasional
Kenya Sempat Ricuh karena Demo Pajak, Polisi Tembak Demonstran
Kenya Sempat Ricuh karena Demo Pajak, Polisi Tembak Demonstran
Internasional
Warga Gali Danau, Temukan Fosil Langka Nenek Moyang Buaya Berusia 200 Juta Tahun
Warga Gali Danau, Temukan Fosil Langka Nenek Moyang Buaya Berusia 200 Juta Tahun
Internasional
Jet Tempur Seharga Rp 3 T Jatuh, Pilot Telepon 5 Teknisi Saat Terbang
Jet Tempur Seharga Rp 3 T Jatuh, Pilot Telepon 5 Teknisi Saat Terbang
Internasional
Lukisan Legendaris 80 Tahun Hilang, Tiba-tiba Muncul di Iklan Rumah
Lukisan Legendaris 80 Tahun Hilang, Tiba-tiba Muncul di Iklan Rumah
Internasional
Arahan Membingungkan, Jet Bomber B-52 Nyaris Tabrak 2 Pesawat Sipil
Arahan Membingungkan, Jet Bomber B-52 Nyaris Tabrak 2 Pesawat Sipil
Internasional
Teror Ulat Pemakan Daging Manusia Hantui AS, Sudah 1 Orang Jadi Korban
Teror Ulat Pemakan Daging Manusia Hantui AS, Sudah 1 Orang Jadi Korban
Internasional
Sembunyi di Indonesia, 6 Buron 'Most Wanted' Sri Lanka Ditangkap
Sembunyi di Indonesia, 6 Buron "Most Wanted" Sri Lanka Ditangkap
Internasional
Sengketa Batu Mars Terbesar di Bumi: Laku Rp 86 M, Tak Jelas Milik Siapa
Sengketa Batu Mars Terbesar di Bumi: Laku Rp 86 M, Tak Jelas Milik Siapa
Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau