MELBOURNE, KOMPAS.com - Australia dilanda kontroversi setelah ratusan koala ditembak mati oleh penembak jitu menggunakan helikopter pada Sabtu (19/4/2025), dalam upaya pemusnahan oleh otoritas setempat.
Pemusnahan ini dilakukan setelah kebakaran hutan hebat menghancurkan habitat alami mamalia ikonik tersebut di kawasan Victoria barat daya, yang menjadi situs warisan dunia Budj Bim.
Lebih dari 700 koala diperkirakan menjadi korban, dengan kekhawatiran akan terus meningkat dalam beberapa hari mendatang.
Baca juga: Merpati yang Terbang Lintas Samudra dari AS ke Australia Akan Disuntik Mati
Aktivis perlindungan hewan dan masyarakat setempat menanggapi dengan kemarahan, menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap metode yang digunakan dalam upaya tersebut.
Pemusnahan ini dilakukan oleh penembak jitu dari Departemen Energi, Lingkungan, dan Aksi Iklim (DEECA), yang berpatroli di area terdampak kebakaran yang dipicu sambaran petir bulan lalu.
Meskipun pihak berwenang menjelaskan bahwa tindakan ini diambil untuk mengurangi penderitaan koala yang menderita luka parah, metode ini mendapat kritikan tajam dari banyak pihak.
Jess Robertson, Presiden Koala Alliance, mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap keputusan tersebut.
"Tidak mungkin mereka dapat mengetahui apakah seekor koala dalam kondisi buruk hanya dari helikopter," ujarnya, dikutip dari The Independent.
Robertson juga membagikan gambar helikopter yang terbang di atas hutan yang terbakar di media sosial, menunjukkan keprihatinannya terhadap metode yang digunakan.
Menurut Robertson, banyak dari koala yang ditembak berasal dari perkebunan pohon karet biru yang baru dipanen di dekat taman nasional.
“DEECA terus menembaki mereka. Jumlah koala mati terus bertambah. Jika koala ditembak dari pohon, ini berarti banyak anak koala yang akan menderita dan mati. Itu tercela. Itu kejam. Itulah sebabnya DEECA tidak ingin masyarakat tahu,” tambahnya.
Kepala Menteri Victoria, Jacinta Allan, membela kebijakan ini, menyatakan bahwa koala-koala yang ditembak mengalami luka parah dan sangat menderita.
"Saya mendengar bahwa departemen melakukan penilaian ekstensif dalam konteks kebakaran hutan yang melanda masyarakat setempat yang dimulai oleh sambaran petir," ungkap Allan.
Ia menegaskan bahwa keputusan ini diambil setelah melakukan pemeriksaan keadaan, dan dianggap sebagai cara untuk mengurangi penderitaan koala.
Baca juga: Polisi India Tahan Burung Merpati 8 Bulan, Diduga Mata-mata China
Namun, para peneliti koala menilai bahwa pendekatan ini menunjukkan kegagalan dalam pengelolaan spesies dan habitat mereka.
Rolf Schlagloth, peneliti dari CQ University Australia, menyatakan bahwa meskipun kebakaran hutan tidak bisa sepenuhnya dicegah, pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan dan sehat dapat membantu mengurangi risiko kebakaran yang lebih besar.
"Habitat koala yang luas dan terhubung sangat penting, begitu pula pengelolaan perkebunan pohon blue gum yang memperhatikan kebutuhan koala."
"Eutanasia harus digunakan hanya sebagai pilihan terakhir saat hewan terluka parah. Namun, pemusnahan melalui udara tampaknya merupakan metode yang sangat tidak pandang bulu," kata Dr Schlagloth.
Kontroversi ini menambah panjang daftar tantangan yang dihadapi dalam upaya pelestarian koala di Australia, yang populasinya semakin terancam akibat hilangnya habitat dan dampak perubahan iklim.
Baca juga: Koala Masuk Toko di Australia, Keras Kepala Tak Mau Dikeluarkan
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini