NAIROBI, KOMPAS.com - Kenya sempat dilanda gelombang demonstrasi besar pada Juni 2025, menyusul regulasi baru terkait kebijakan pajak yang memicu kemarahan publik di berbagai kota besar.
Aksi protes ini meluas ke Mombasa, Kisumu, Nakuru, hingga Nyahururu, dengan ribuan warga turun ke jalan.
Bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan pun tak terhindarkan.
Baca juga: Selain Bupati Pati, Presiden Kenya Juga Dilempar Sepatu Saat Didemo Rakyat
Polisi membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata, peluru tajam, serta memukul demonstran menggunakan tongkat, sebagaimana dilaporkan France24 pada 25 Juni 2025.
Seorang jurnalis Associated Press bahkan menyaksikan langsung demonstran tertembak, sedangkan korban lain harus dilarikan ke rumah sakit usai dianiaya aparat antihuru-hara.
Aksi protes tahun ini bertepatan dengan satu tahun peringatan unjuk rasa anti-pajak yang terjadi pada 2024, yang menewaskan sedikitnya 60 orang dan menyebabkan 20 orang lainnya hilang.
BBC melaporkan, pada Juli 2025, jumlah korban jiwa dalam gelombang unjuk rasa terbaru bertambah menjadi sedikitnya 31 orang.
PBB dan sejumlah organisasi hak asasi manusia menuding polisi Kenya melakukan kekerasan berlebihan dalam menangani massa.
Baca juga: Daftar Pemimpin Dunia Korban Lemparan Sepatu, dari AS hingga Kenya
Kematian seorang blogger dalam tahanan semakin memperburuk situasi.
"Polisi adalah bagian dari masalah. Kami akan katakan dengan lantang, kebrutalan polisi harus diakhiri dan Ruto harus mundur," kata seorang pengunjuk rasa, Rose Murugi.
Senada dengan itu, Derrick Mwangi (25), seorang warga muda yang turut turun ke jalan, menyampaikan keresahannya.
"Orang-orang diculik, orang-orang dibunuh. Polisi menggunakan kekerasan yang sangat buruk," ujarnya.
Ketegangan meningkat setelah Presiden William Ruto memerintahkan aparat untuk menembak kaki demonstran yang tertangkap melakukan pembakaran atau perusakan properti.
"Siapa pun yang tertangkap membakar bisnis atau properti orang lain harus ditembak di kaki, dirawat di rumah sakit, dan kemudian dibawa ke pengadilan. Jangan bunuh mereka, tetapi pastikan kaki mereka dipatahkan," ujar Ruto, sebagaimana dikutip dari pernyataannya pada Juli 2025.