SIDOARJO, KOMPAS.com - Puspa Ismawanti (45) disibukkan dengan berkeliling dari satu desa ke desa lainnya di Sidoarjo, Jawa Timur untuk melihat pengelolaan perpustakaan.
Tak hanya desa, ia juga menilik setiap perpustakaan yang ada di sekolah dasar hingga menengah atas untuk memastikan kebutuhan ruang baca itu.
Baginya, perpustakaan bukan hanya sekadar bangunan yang berisi tumpukan buku.
Demi semangat literasi anak-anak tetap hidup, ia harus memastikan fasilitasnya terpenuhi.
Perempuan yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Perpustakaan Daerah (Perpusda) Sidoarjo ini bertugas sebagai penyelia.
“Kebetulan saya di bidang pembinaan perpustakaan. Kami melayani perpustakaan jadi seperti konsultasi bagaimana mendapatkan nomor pokok perpustakaan di sekolah-sekolah,” kata Puspa.
Baca juga: Setia Membawa Buku, Kisah Pak Ipong Mengemudikan Perpustakaan Keliling
Puspa tak menampik bila di era yang serba digital seperti saat ini, sulit rasanya menjadikan buku sebagai pegangan wajib setiap hari.
Jangankan buku, pergi ke perpustakaan pun banyak yang enggan.
Setidaknya, ada 83 perpustakaan di sekolah SD maupun SMP di Sidoarjo masih dalam kondisi kurang. 62 kondisi sedang dan 53 lainnya baik.
Ia bersama timnya harus bekerja ekstra untuk membuat perpustakaan yang layak menjadi tempat baca menyenangkan.
Sesekali, Puspa merindukan ramainya perpustakaan di desa maupun sekolah sebelum wabah Covid-19 menyerang.
Baca juga: Perpustakaan Menjadi Jendela Dunia di Balik Jeruji Lapas Magetan
Perpustakaan penuh dengan anak-anak yang datang dengan membawa semangat belajar.
Pemuda desa banyak yang menyulap perpustakaan menjadi tempat Lembaga Bimbingan Belajar (LBB).
Namun, suasana itu sudah mengalami pergeseran, perpustakaan semakin sepi.
“Semenjak kenal digital, mereka jadi kurang (semangat ke perpustakaan). Sebelum Covid-19 belum mengenal online jadi kadang perpustakaan bisa menjadi LBB,” ucapnya.