KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa pada Senin (2/12/2024) menyerukan semua pihak untuk melakukan deeskalasi di Suriah.
Sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan rasa kekhawatirannya terhadap perang di Suriah. Guterres kemudian menyerukan penghentian segera pertempuran.
Diketahui, Suriah telah berperang sejak Presiden Suriah Bashar al-Assad menindak protes demokrasi pada 2011. Konflik tersebut telah menarik kekuatan asing dan jihadis, serta menewaskan 500.000 orang.
Baca juga: Turkiye Klaim Bunuh Komandan Kurdi di Suriah
Konflik tersebut sebagian besar tidak aktif dengan Assad kembali menguasai sebagian besar negara, hingga minggu lalu ketika aliansi pemberontak memulai serangannya.
Serangan tersebut telah menyebabkan sebagian besar wilayah Suriah jatuh ke tangan pemberontak, termasuk Kota Aleppo untuk pertama kalinya sejak dimulainya perang saudara.
"Kami ingin melihat semua negara menggunakan pengaruh mereka untuk mendorong de-eskalasi, perlindungan warga sipil dan akhirnya, proses politik ke depan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller kepada wartawan, dikutip dari AFP pada Selasa (3/12/2024).
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara urusan luar negeri Uni Eropa Anouar El Anouni, Uni Eropa juga menyerukan de-eskalasi dan perlindungan warga sipil.
Uni Eropa juga mengutuk pendukung Assad, Rusia, karena melakukan serangan udara untuk mendukungnya.
Rusia pertama kali campur tangan langsung dalam perang Suriah pada 2015 dengan serangan di wilayah yang dikuasai pemberontak.
Baca juga: Pasukan Pro-Iran Memasuki Suriah untuk Bantu Tentara yang Terkepung
Bantuannya, bersama dengan bantuan Iran dan kelompok Lebanon, Hizbullah, berperan penting dalam menopang pemerintahan Assad.
Pada Senin, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian sama-sama menjanjikan dukungan tanpa syarat untuk sekutu mereka, menurut Kremlin.
Dijelaskan, Aleppo adalah rumah bagi dua juta orang dan menyaksikan pertempuran sengit di awal perang.
Kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan sekutunya merebut kota itu pada akhir pekan, kecuali beberapa wilayah yang dikuasai pasukan Kurdi, menurut Syrian Observatory for Human Rights.
Para pemberontak itu juga merebut Bandara Internasional Aleppo.
HTS, yang dipimpin oleh bekas cabang Al-Qaeda di Suriah, telah menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia termasuk menyiksa tahanan.
"Jika Tuhan berkehendak, kami akan terus maju, masuk ke Damaskus dan membebaskan seluruh wilayah Suriah," terang Abu Sufyan, seorang komandan pemberontak.
Akibat konflik tersebut, di wilayah Suriah terjadi kemacetan lalu lintas yang parah.
Baca juga: Jet Tempur Rusia dan Suriah Intensif Serang Wilayah Suriah yang Dikuasai Pemberontak
Biasanya, orang-orang membutuhkan waktu 13 hingga 15 jam untuk mencapai Homs di Suriah tengah, yang berada di bawah kendali pemerintah. Warga juga butuh waktu beberapa jam.
Rekaman AFPTV menunjukkan pemberontak berpatroli di jalan-jalan, beberapa membakar bendera Suriah dan yang lainnya memegang bendera revolusi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini