DOHA, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan keinginannya untuk merebut Jalur Gaza dan menjadikannya freedom zone atau zona kebebasan saat dia mengunjungi Qatar, Kamis (15/5/2025).
Sebelumnya, pada Februari atau selang beberapa waktu usai dilantik menjadi Presiden AS, Trump menyatakan niatnya untuk membangun Jalur Gaza dan memaksa orang-orang Palestina untuk pergi ke tempat lain.
Keingiannya tersebut dengan cepat mendapat kecaman global. Palestina dan negara-negara Arab mengatakan, keinginan tersebut sama saja dengan pembersihan etnis.
Baca juga: Israel Serang Gaza: 120 Orang Tewas, RS Berhenti Beroperasi, Bantuan Masih Tertahan
Kini, beberapa bulan setelah pernyataannya tersebut, Trump kembali menyampaikan keinginannya untuk merebut Gaza di depan pejabat dan pemimpin bisnis di Qatar. Qatar sendiri telah menjadi tuan rumah kantor politik Hamas, kelompok yang menguasai Gaza.
Dalam kesempatan itu, Trump mengatakan, dia memiliki konsep untuk Gaza yang menurutnya saya sangat baik.
"Menjadikannya zona kebebasan, biarkan Amerika Serikat terlibat," kata Trump, sebagaimana dilansir Reuters.
Dia menuturkan, dia telah melihat foto-foto yang menunjukkan banyak bangunan yang ada menjadi luluh lantak.
Baca juga: Bom Israel Hujani Jabalia Gaza, 50 Orang Tewas
"Tidak ada bangunan. Orang -orang hidup di bawah puing -puing bangunan yang runtuh, yang tidak dapat diterima," paparnya.
"Aku ingin melihat bahwa (Gaza) menjadi zona kebebasan. Dan jika perlu, saya pikir saya akan bangga jika Amerika Serikat memilikinya. Ambillah, buatlah zona kebebasan. Biarkan beberapa hal baik terjadi," tambahnya.
Akan tetapi, tidak jelas apa yang dia maksud sebagai zona kebebasan tersebut. Dia tidak segera merincinya.
Trump sebelumnya juga mengatakan, dia ingin mengubah Gaza menjadi Riviera di Timur Tengah.
Riviera adalah sebutan untuk wilayah pesisir yang indah dan populer, seperti Riviera Perancis atau Riviera Italia.
Mengomentari pernyataan terbaru Trump di Qatar, pejabat Hamas Basem Naim menyampaikan, sang presiden sebetulnya memiliki pengaruh yang diperlukan untuk mengakhiri perang Gaza dan membantu mendirikan negara Palestina.
Baca juga: Israel Tingkatkan Serangan di Gaza di Tengah Kunjungan Trump ke Timur Tengah
Namun, dia menegaskan bahwa Gaza adalah bagian yang tak terpisahkan dari Palestina.
"Gaza bukanlah real estate untuk dijual di pasar terbuka," tegas Naim.
Israel menyerbu Gaza sebagai pembalasan atas serangan yang dipimpin Hamas terhadap komunitas Israel selatan pada 7 Oktober 2023.
Awal bulan ini, Israel menyetujui rencana serangan lebih besar terhadap Hamas.
Sejak dimulai pada Oktober 2023 hingga saat ini, lebih dari 53.000 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan Israel.
Baca juga: Israel Dituding Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Perang di Gaza
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini