GAZA, KOMPAS.com - Sebanyak 17 warga dilaporkan tewas dalam insiden penembakan di dekat jalur distribusi bantuan di Gaza, Sabtu (12/7/2025).
Menurut petugas medis, para korban sedang berusaha mendapatkan bantuan makanan ketika pasukan Israel melepaskan tembakan.
Insiden ini menambah panjang daftar korban dalam enam pekan terakhir di sekitar sistem distribusi bantuan yang didukung Amerika Serikat (AS), yang menurut PBB telah menewaskan sedikitnya 800 orang.
Baca juga: Perundingan Gencatan Senjata Gaza Terkendala, Israel Ogah Tarik Pasukan
Seorang saksi mata, Mahmoud Makram, menggambarkan kepada Reuters suasana mencekam saat kejadian.
“Kami sedang duduk di sana, dan tiba-tiba terdengar tembakan ke arah kami. Selama lima menit kami terjebak di bawah tembakan. Penembakan itu terarah, bukan acak. Beberapa orang ditembak di kepala, beberapa di badan, seorang pria di sebelah saya ditembak langsung di jantung,” ujarnya.
Mahmoud menambahkan, “Tidak ada ampun di sana. Orang-orang pergi karena mereka lapar, tetapi mereka mati dan kembali dalam kantong mayat.”
Jenazah para korban terlihat dibungkus kain kafan putih di Rumah Sakit Nasser, sementara keluarga mereka menangis pilu.
Pihak militer Israel mengeklaim telah melepaskan tembakan peringatan dan menyatakan tinjauan internal tidak menemukan bukti korban luka akibat tembakan pasukan mereka.
Di sisi lain, perundingan tidak langsung yang difasilitasi AS untuk mencapai gencatan senjata 60 hari di Gaza juga mengalami kebuntuan.
Sumber-sumber Palestina dan Israel menyebutkan, penarikan pasukan Israel dari sejumlah wilayah Palestina menjadi salah satu penyebab terhentinya pembicaraan di Doha, Qatar.
Delegasi Israel dan Hamas telah berada di Qatar selama sepekan untuk membahas kesepakatan yang mencakup pembebasan sandera secara bertahap, penarikan pasukan Israel, serta diskusi mengakhiri perang.
Baca juga: Israel Gempur Infrastruktur Hamas di Gaza meski Negosiasi Gencatan Senjata Berlanjut
Namun, hingga kini, sejumlah isu utama masih menemui jalan buntu.
Sumber Palestina menyebut Hamas menolak peta penarikan yang diusulkan Israel, yang akan menyisakan sekitar 40 persen wilayah Gaza tetap di bawah kendali Israel, termasuk seluruh wilayah selatan Rafah serta bagian utara dan timur Gaza.
Dua sumber dari Israel mengatakan Hamas mendesak agar Israel mundur ke garis yang pernah dipertahankan dalam gencatan senjata sebelumnya sebelum Israel kembali melancarkan serangan pada Maret lalu.
Masalah bantuan kemanusiaan dan jaminan untuk mengakhiri perang juga masih menjadi batu sandungan. Sumber Palestina itu menyebut, krisis ini berpotensi diatasi dengan intervensi lebih besar dari AS.