KOMPAS.com - Sejarah mencatat, Amerika Serikat (AS) "tega" menjatuhkan dua bom atom di Jepang, masing-masing 6 Agustus 1945 di Hiroshima dan 9 Agustus 1945 di Nagasaki.
Dua kota luluh lantak akibat dua bom atom yang diberi nama Little Boy untuk Hiroshima dan Fat Man untuk Nagasaki tersebut. Korban jiwa mencapai ratusan ribu jiwa, mayoritas warga sipil.
Beberapa hari kemudian, Jepang menyerah dan Perang Dunia II berakhir.
Baca juga: Kisah Kota Ajaib di Jepang, Dua Kali Selamat dari Bom Atom
Ketika Perang Dunia II berakhir, banyak orang meyakini bahwa Amerika Serikat (AS) hanya mempersiapkan dua bom atom itu untuk dijatuhkan di Jepang.
Namun, perkiraan tersebut tidaklah sepenuhnya benar. "Negeri Paman Sam" sebetulnya telah mempersiapkan bom atom lainnya untuk dijatuhkan ke Jepang.
Akan tetapi, bom atom ketiga tersebut urung dijatuhkan karena Jepang sudah menyerah terlebih dulu.
Inilah sejarah "Third Bom", bom atom lain dari AS yang batal dijatuhkan oleh Washington di Jepang, sebagaimana dilansir Outrider.
Baca juga: 80 Tahun Berlalu, Derita Bom Atom Hiroshima Masih Terasa
Pada 13 Agustus 1945, empat hari setelah bom atom dijatuhkan di Nagasaki, dua perwira militer melakukan percakapan telepon tentang berapa banyak bom lagi yang harus dijatuhkan di Jepang dan kapan.
Menurut percakapan yang telah dideklasifikasi tersebut, ada bom ketiga yang rencananya akan dijatuhkan pada 19 Agustus.
Bom atom Ketiga ini akan menjadi bom Fat Man kedua, jenis bom yang sama seperti yang dijatuhkan di Nagasaki.
Para perwira ini juga menguraikan rencana bagi AS untuk menjatuhkan sebanyak tujuh bom atom lagi pada akhir Oktober.
Lokasi penjatuhan bom atom ketiga tersebut masih belum diketahui. Setidaknya satu perwira militer AS menganjurkan Tokyo sebagai lokasi serangan bom atom berikutnya.
Baca juga: Korban Bom Atom Nagasaki: Putin Tak Tahu Kengerian Perang Nuklir
Perwira itu berpendapat bahwa menyerang Tokyo akan menyebabkan kerusakan psikologis yang sangat besar bagi pejabat pemerintah yang masih berada di kota itu.
Baginya, hal ini jauh lebih penting daripada daya rusak bom itu sendiri.