JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta dan Bali, dua sentra utama industri perhotelan Indonesia, menunjukkan dinamika yang kontras pada paruh pertama tahun 2025.
Jika Jakarta sedang berjuang untuk beradaptasi dengan perubahan pasar, Bali justru menikmati lonjakan permintaan berkat kembalinya wisatawan internasional dan kegiatan domestik.
Berikut adalah gambaran komprehensif mengenai kondisi perhotelan di kedua kota, lengkap dengan faktor-faktor yang memengaruhi kinerja mereka.
Paruh pertama 2025 menjadi periode yang cukup berat bagi hotel-hotel di Jakarta. Menurut Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto, penyebab utama tantangan ini adalah hilangnya permintaan dari segmen pemerintahan.
Baca juga: Hotel di Bali Lebih Boros Listrik Dibanding Jakarta, Ini Alasannya
"Biasanya, segmen ini menjadi salah satu pendorong utama okupansi, namun kini para pelaku bisnis hotel harus mengalihkan fokus ke pasar korporasi yang semakin kompetitif," ujar Ferry dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).
Meskipun kinerja pada kuartal kedua 2025 menunjukkan perbaikan dibanding kuartal sebelumnya, angkanya masih sedikit di bawah kinerja periode yang sama pada tahun 2024.
Pertumbuhan dari segmen korporasi dan Free Independent Traveler (FIT) belum cukup untuk menutupi celah besar yang ditinggalkan oleh segmen pemerintah.
Ferry menjelaskan, kinerja hotel di Jakarta menunjukkan peningkatan dari kuartal I ke kuartal II, seiring dengan meningkatnya aktivitas bisnis.
Baca juga: Hotel di Miami Pakai Resepsionis Virtual, Check-in via Video Call
"Namun, tren positif ini belum bisa dianggap sebagai tanda pemulihan penuh sektor perhotelan, karena penurunan signifikan pada permintaan dari segmen pemerintah masih membebani pasar," tuturnya.
Para pelaku hotel di Jakarta tetap optimis dan berharap ada pelonggaran regulasi atau insentif dari pemerintah yang bisa mendorong permintaan pada paruh kedua 2025.
Untuk sementara, strategi adaptif dan proaktif menjajaki pasar baru menjadi kunci untuk bertahan.
Berbeda dengan Jakarta, industri perhotelan di Bali mencatat peningkatan signifikan. Momentum kebangkitan dimulai sejak libur Idulfitri pada awal April.
Kegiatan pemerintah, terutama di tingkat daerah, kembali berjalan dan turut mendorong aktivitas bisnis.
Baca juga: Fungsi dan Lokasi, Pembeda Utama Hotel dan Motel
Selain itu, rangkaian libur panjang di kuartal kedua juga menggerakkan wisata domestik. Namun, faktor penentu terbesar adalah penambahan rute penerbangan langsung dari pasar-pasar utama seperti China dan Australia.
Arus wisatawan dari kedua negara ini, terutama saat musim liburan dingin di Australia, diprediksi akan terus menguatkan kinerja hingga kuartal ketiga 2025.