Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Gigi Dinosaurus Ungkap Migrasi dan Iklim 150 Juta Tahun Lalu

Kompas.com - 02/09/2025, 08:41 WIB
Wisnubrata

Penulis

KOMPAS.com - Bagaimana dinosaurus berleher panjang memenuhi kebutuhan makannya yang luar biasa besar? Pertanyaan ini selama puluhan tahun menjadi misteri, hingga akhirnya sebuah studi internasional memberi jawaban lewat jejak tak kasatmata di gigi mereka.

Sebuah riset yang dipublikasikan di Nature Ecology and Evolution mengungkap bahwa pola goresan mikroskopis pada enamel gigi sauropoda mampu merekam detail tentang makanan, iklim, bahkan kemungkinan migrasi musiman raksasa Jurassic tersebut.

“Saya masih merasa takjub bahwa goresan mikroskopis di gigi fosil bisa menceritakan begitu banyak tentang diet dan bahkan perilaku,” ujar Dr. Daniela E. Winkler, ahli dari Kiel University yang memimpin penelitian ini.

Baca juga: Mengintip Isi Perut Dinosaurus Raksasa: Apa yang Dimakan Sauropoda 94 Juta Tahun Lalu?

Gigi Sebagai Arsip Lingkungan Purba

Para peneliti meneliti 322 hasil pemindaian 3D gigi sauropoda dari tiga situs fosil terkenal: Formasi Lourinhã di Portugal, Formasi Morrison di Amerika Serikat, dan Formasi Tendaguru di Tanzania. Dari total itu, tercatat 39 individu dinosaurus yang giginya dianalisis.

Jejak pada gigi ini hanya berukuran mikrometer, namun menyimpan kisah hari-hari terakhir kehidupan hewan purba. “Goresan ini terbentuk dari kontak antara gigi dan makanan, mencatat apa yang dimakan dinosaurus dalam beberapa hari atau minggu sebelum mati,” jelas Winkler.

Baca juga: Penemuan Fosil Dinosaurus Ungkap Jenis Sauropoda Baru Bergigi Unik

Perbedaan Mengejutkan Antar Spesies

Hasil analisis menunjukkan kontras mencolok antarspesies dan wilayah:

  • Flagellicaudatans (misalnya Diplodocus) memiliki pola goresan yang sangat bervariasi, menandakan diet fleksibel ala pemakan segala (generalist).
  • Camarasaurus di Portugal maupun AS justru menunjukkan pola seragam. Hal ini mengindikasikan mereka mencari sumber makanan yang sama sepanjang tahun. Karena iklim kedua wilayah kala itu musiman, kemungkinan besar Camarasaurus bermigrasi untuk mendapatkan makanan favoritnya.
  • Titanosauriforms dari Tanzania memperlihatkan gigi dengan aus berat dan kompleks. Penyebabnya, tumbuhan di sekitar Formasi Tendaguru sering terlapisi pasir kuarsa yang terbawa angin dari gurun terdekat. Dengan kata lain, dinosaurus ini rutin mengunyah “sayuran berpasir” yang sangat abrasif bagi gigi.

Baca juga: Seperti Apa Spesies Sauropoda Terbesar yang Pernah Hidup di Bumi?

Foto gigi di bagian rahang Giraffatitan dari Tanzania (Museum für Naturkunde Berlin, MB.R.2180.20.5). Area berwarna terang adalah dentin, yang terekspos akibat keausan gigi. Jan Kersten, Freie Universität Berlin, Fachrichtung Paläontologie Foto gigi di bagian rahang Giraffatitan dari Tanzania (Museum für Naturkunde Berlin, MB.R.2180.20.5). Area berwarna terang adalah dentin, yang terekspos akibat keausan gigi.

Iklim, Bukan Jenis Tumbuhan, Jadi Faktor Kunci

Salah satu temuan penting riset ini adalah bahwa iklim lebih berpengaruh daripada variasi tumbuhan. Gigi dinosaurus dari Tanzania secara konsisten lebih aus dibandingkan gigi dari Portugal dan AS, karena kondisi tropis hingga semi-kering yang penuh debu pasir.

André Saleiro dari NOVA University Lisbon menegaskan: “Kami bisa menghubungkan perbedaan pola aus gigi dengan paleogeografi dan preferensi habitat berbagai fauna sauropoda.”

Baca juga: Studi Ungkap Apa Makanan Dinosaurus

Prinsip Ekologi Sudah Berlaku Sejak 150 Juta Tahun Lalu

Riset ini juga menegaskan bahwa konsep ekologi modern—seperti pembagian relung (niche partitioning), adaptasi terhadap iklim, hingga perilaku migrasi—sudah ada jauh sebelum manusia lahir.

“Dengan jejak mikroskopis ini, kita bisa membuat pernyataan perilaku tentang hewan purba raksasa. Migrasi, spesialisasi, pembagian relung—semuanya jadi nyata,” kata Dr. Emanuel Tschopp dari Freie Universität Berlin.

Temuan ini juga menjelaskan mengapa Formasi Morrison di AS memiliki keragaman spesies sauropoda yang luar biasa. Keanekaragaman itu mungkin hanya bisa bertahan karena tiap spesies menempati relung makanan berbeda, sehingga mengurangi persaingan.

Baca juga: Rahasia Dinosaurus Raksasa Bisa Hidup Berdampingan: Menu Makannya Berbeda

Penelitian belum berhenti di sini. Para ilmuwan berencana mengeksplorasi perbedaan diet antara sauropoda muda dan dewasa, serta meneliti dinosaurus kerdil seperti Europasaurus dari Jerman. Setiap sampel gigi baru menambah “potongan puzzle” kehidupan masa Jurassic.

“Yang membuat saya bersemangat adalah metode ini bisa terus dikembangkan. Setiap gigi baru menambah pemahaman tentang kehidupan kala itu,” tutup Winkler.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Supermoon Beaver 5 November Jadi Bulan Purnama Paling Dekat Bumi Sejak 2019
Supermoon Beaver 5 November Jadi Bulan Purnama Paling Dekat Bumi Sejak 2019
Fenomena
Penampakan Jika Seluruh Es Antartika Mencair, Ada Jurang dan Pegunungan
Penampakan Jika Seluruh Es Antartika Mencair, Ada Jurang dan Pegunungan
Oh Begitu
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
Fenomena
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Fenomena
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Oh Begitu
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Fenomena
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Oh Begitu
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Oh Begitu
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Fenomena
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Oh Begitu
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Fenomena
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Oh Begitu
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Oh Begitu
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
Oh Begitu
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau