KETIKA Robert De Niro memerankan Ben Whittaker dalam film "The Intern" (2015), ia tidak sekadar menunjukkan bahwa lansia masih bisa bekerja.
Ia menghadirkan gagasan penting bahwa kontribusi di usia tua tidak harus berupa jabatan struktural, melainkan peran sosial yang bermakna. Ia menjadi mentor, sahabat, dan penjaga nilai dalam ekosistem kerja yang serba cepat.
Namun justru karena itulah, film ini penting dibaca ulang dalam konteks Indonesia hari ini, di tengah usulan memperpanjang batas usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga 70 tahun.
Baca juga: Paradoks Reformasi Birokrasi dan Usulan Perpanjang Batas Usia Pensiun ASN
Pada Mei 2025, Ketua Umum Korpri Prof. Zudan Arif Fakrulloh menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa usia pensiun ASN idealnya diperpanjang sebagai bentuk “pemanfaatan pengalaman dan kapasitas pegawai senior”.
“Banyak PNS kita yang di usia 60 masih sangat bugar dan kompeten. Kita rugi jika tidak mengoptimalkan itu,” ujar dia.
Namun pernyataan itu, meskipun terlihat logis secara administratif, menjadi tidak utuh bila tidak diuji secara ilmiah, etik, dan struktural.
Pertama, banyak literatur neurologi dan geriatri menyatakan bahwa fungsi eksekutif otak (daya fokus, memori kerja, kemampuan membuat keputusan cepat) mulai menurun secara konsisten sejak usia 60 tahun.
Menurut Cognitive Aging Theory (Craik & Salthouse, 2008), proses penurunan ini tidak bisa dibendung, meskipun individu tetap aktif secara sosial.
Dalam jabatan birokrasi strategis, beban kognitif sangat tinggi, antara lain menyusun kebijakan, mengambil keputusan cepat, merespons krisis.
Kedua, data WHO (Global Health Observatory, 2023) menunjukkan bahwa harapan hidup sehat (HALE) di Indonesia hanya 59,3 tahun.
Ini berarti mayoritas penduduk telah mengalami penurunan kapasitas fungsional pada usia di mana mereka diusulkan untuk tetap bekerja penuh waktu.
Kenaikan usia pensiun yang tidak memperhitungkan indikator kesehatan bukan hanya tidak bijak, tetapi juga bertentangan dengan prinsip promotif dan preventif dalam kesehatan masyarakat.
Baca juga: Wacana Mengirim ASN Malas ke Barak Militer
Ketiga, WHO mendefinisikan healthy aging sebagai proses mempertahankan kapasitas fungsional dan kesejahteraan psikososial dalam lingkungan yang mendukung.
Tekanan struktural birokrasi tidak sejalan dengan prinsip ini. Lansia seharusnya diberi ruang untuk kontribusi yang lentur dan bermakna, bukan tekanan administratif jangka panjang.
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN menyebutkan bahwa jabatan administrasi dan fungsional pensiun pada usia 58–60 tahun, sedangkan jabatan fungsional tertentu (profesor, peneliti utama) hingga 70 tahun.