Siapa Saja Influencer yang Sampaikan "17+8 Tuntutan Rakyat" ke DPR? Ini Profil Singkatnya

Kompas.com - 05/09/2025, 20:15 WIB

Intan Maharani

Penulis

Lihat Foto

Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah, yang terdiri dari masyarakat sipil, influencer, musisi, dan komunitas mendatangi Gerbang Pancasila Kompleks DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2025). Mereka adalah Jerhemy Owen, Jerome Polin, Abigail Limuria, Andovi da Lopez, Andhyta F. Utami (Afu), Fathia Izzati, Jovial da Lopez, hingga Ferry Irwandi. (KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA)

KOMPAS.com - Dari diskusi daring singkat, para influencer, musisi dan komunitas hadir langsung ke Gedung DPR RI.

Mereka membawa 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang yang ditujukan kepada pemerintah, DPR, hingga aparat penegak hukum.

Setelah serangkaian demonstrasi sejak akhir Agustus 2025, mereka datang ke Gerbang Pancasila Kompleks DPR RI, Senayan, Kamis (4/9/2025).

Kehadiran para figur publik ini memperkuat suara masyarakat sipil yang kecewa atas kematian demonstran dan kebijakan DPR terkait tunjangan.

"Ini semua disebabkan oleh proses demokrasi yang cacat dan tidak sehat. Kalau dari awal ada partisipasi yang baik dan pemerintah mau mendengarkan warganya, ini tidak seharusnya terjadi," kata Andhyta F. Utami (Afu) di depan DPR, dilansir dari Kompas.com, Kamis (4/9/2025).

Lantas, bagaimana para influencer itu menyusun hingga turun ke jalan? Siapa saja mereka?

Influencer turun usai susun tuntutan tiga jam

Dalam aksi tersebut, hadir sejumlah influencer seperti Jerome Polin, Andovi da Lopez, Jovial da Lopez, Fathia Izzati, Abigail Limuria, Ferry Irwandi, dan Jerhemy Owen.

Mereka menyampaikan surat resmi berisi daftar "17+8 Tuntutan Rakyat" yang disusun setelah Andovi, Abigai, Fathia, Jerome, Andhyta F. Utami dan Salsa Erwina Hutagalung melakukan conference call.

Andovi mengungkapkan, proses penyusunan tuntutan berlangsung cepat.

Ia bersama rekan influencer lain menghubungi berbagai pihak untuk merumuskan daftar yang mudah dipahami publik.

"Kita bikin satu messages yang tuntutannya bisa didengar semua orang. Nah, itu phone call-nya memang sekitar 3 jam," kata Andovi, dikutip dari Kompas.com, Senin (1/9/2025).

Pernyataan tersebut memicu perbandingan dengan kinerja DPR yang dinilai lamban dalam merespons krisis.

"Buktinya kita saja bisa, kok DPR enggak bisa, walaupun ini tuntutan ya," ujarnya.