GAZA, KOMPAS.com - Tiada lagi raut kegembiraan di wajah anak-anak Gaza. Kamera yang melintas tak lagi menarik perhatian mereka.
Bagaimana tidak, setiap hari mereka hidup berdampingan dengan kematian, penderitaan, dan ancaman kelaparan yang kian mencekik.
Anak-anak itu, terbiasa dengan kehadiran juru kamera lokal yang merekam kondisi mereka, hanya menunggu giliran mendapatkan jatah makanan yang amat terbatas, atau bahkan tak mendapat apa-apa.
Baca juga: Kepala Lembaga Bantuan Gaza Mundur, Ada Apa?
Seorang juru kamera, yang namanya harus dirahasiakan demi keselamatannya, menjadi saksi bisu neraka di Gaza selama 19 bulan terakhir.
Ia melihat langsung bagaimana kelaparan merenggut nyawa, menyaksikan momen-momen pilu saat jasad korban dibungkus kain kafan putih bertuliskan nama mereka, jika diketahui.
Tangisan para penyintas di halaman rumah sakit tak pernah lepas dari ingatannya, meskipun ia harus menjaga jarak secara fisik.
"Saya merasa terjebak dalam neraka yang sama, klaustrofobia yang mengerikan," ujarnya.
Berat badannya hanya sedikit di atas 2 kilogram, jauh di bawah standar bayi seusianya yang seharusnya mencapai sekitar 6 kilogram.
Tangis Siwar yang lemah dan tubuhnya yang kurus kering di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, meninggalkan kesan mendalam baginya.
Menurut rekan juru kamera tersebut, Siwar telah dipulangkan dan kini berada di rumah, meski berat badannya kembali menurun.
Pencarian itu membawanya menembus reruntuhan rumah dan tempat-tempat penampungan darurat yang terbuat dari kanvas dan seng. Beberapa hari lalu, saat ia menghubungi rekannya, kabar buruk kembali datang.
"Saya tidak baik-baik saja. Beberapa saat lalu, tentara Israel mengumumkan evakuasi sebagian besar wilayah Khan Younis. Kami bingung harus ke mana, tidak ada tempat aman untuk berlindung," ujar rekan juru kamera tersebut.
"Al Mawasi sangat padat dengan pengungsi. Kami tersesat dan tidak tahu apa keputusan yang tepat sekarang," tambahnya.
Di sebuah gubuk sederhana dengan tirai bermotif bunga abu-abu-hitam sebagai pintu masuk, Siwar berbaring tenang di antara ibu dan neneknya, Najwa (23) dan Reem.