Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusia Terus Rebut Desa-desa Ukraina, Zelensky Salahkan AS

Kompas.com - 27/05/2025, 16:31 WIB
Aditya Jaya Iswara,
Inas Rifqia Lainufar

Tim Redaksi

KYIV, KOMPAS.com – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melontarkan kekecewaan keras terhadap Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat, atas sikap diam mereka menyusul klaim Rusia yang berhasil merebut tiga desa di perbatasan.

Menurut Zelensky, keheningan komunitas internasional justru memberi angin bagi Presiden Rusia Vladimir Putin untuk melanjutkan agresinya.

Klaim terbaru Moskwa ini muncul setelah serangan masif yang terjadi pada Sabtu (24/5/2025) malam. Sedikitnya 367 drone dan rudal diluncurkan ke 30 kota serta desa di Ukraina, menewaskan setidaknya 12 warga sipil.

Baca juga: Rusia: Trump Emosi Berlebih Saat Sebut Putin Gila

Menanggapi eskalasi terbaru ini, Zelensky tak menutupi rasa frustrasinya terhadap kurangnya reaksi global.

“Diamnya AS dan negara-negara lain di dunia hanya mendorong Putin untuk terus menyerang,” kata Zelensky dalam pernyataan resminya, dikutip dari New York Post.

Ia juga menekankan bahwa setiap serangan semacam ini seharusnya menjadi alasan yang cukup untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia.

Sebagaimana diberitakan New York Post, Minggu (25/5/2025), Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan bahwa pasukannya telah menguasai Desa Stupochky dan Otradne di wilayah Donetsk, serta Desa Loknya di wilayah Sumy, Ukraina bagian utara.

Moskwa menyebut kemajuan ini sebagai bukti bahwa pasukan mereka secara perlahan berhasil menembus pertahanan Ukraina yang kian tertekan.

Kendati demikian, pihak Ukraina membantah klaim Moskwa tersebut. Pemerintah di Kyiv menegaskan bahwa pasukan mereka masih solid bertahan di wilayah-wilayah itu.

Meski klaim kedua pihak belum dapat diverifikasi secara independen akibat sengitnya pertempuran, blog militer populer di Ukraina menyebut pasukan Rusia memang mulai membangun posisi di desa-desa perbatasan Sumy.

Kyiv menuduh Moskwa sengaja memanfaatkan momentum saat tekanan dari Barat terhadap Rusia dinilai mereda untuk merebut keuntungan wilayah sebanyak mungkin.

Baca juga: Ramai Video Macron Ditoyor Istri, Rusia Ikut Angkat Suara dan Bilang Begini

Sikap AS dan peluang diplomasi

Sementara itu, sorotan tajam juga mengarah pada sikap Washington. AS tampak enggan mengikuti langkah Inggris yang pekan lalu menjatuhkan sanksi terhadap “armada bayangan” Rusia, sekitar 200 kapal tanker yang digunakan untuk menyelundupkan minyak Rusia ke seluruh dunia.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menjelaskan bahwa pemerintahannya masih mendorong rancangan undang-undang untuk memberlakukan tarif sebesar 500 persen bagi pembeli minyak dan gas Rusia.

Namun, ia menegaskan bahwa langkah tersebut dapat dibatalkan jika Presiden Donald Trump menolaknya demi menjaga jalur dialog.

“Presiden percaya bahwa jika kita mulai menjatuhkan sanksi sekarang, Rusia akan berhenti berbicara. Masih ada nilai dalam menjaga jalur dialog terbuka agar mereka mau duduk di meja perundingan,” ujar Rubio dalam pernyataannya.

Sikap ini sejalan dengan pernyataan Presiden Trump sebelumnya, yang pernah berjanji akan mengakhiri perang pada “hari pertama” masa jabatan keduanya jika terpilih, tetapi kini justru menyiratkan kemungkinan untuk menarik diri dari upaya negosiasi.

Baca juga: Zelensky Kecam Diamnya AS dan Sekutu Saat Rusia Kuasai Wilayah Baru di Ukraina

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Ketika Jet Tempur Andalan AS Jatuh oleh Rudal Usang Lawas Soviet...
Ketika Jet Tempur Andalan AS Jatuh oleh Rudal Usang Lawas Soviet...
Internasional
Parlemen ASEAN Soroti Demo Indonesia, Kecam Tindakan Keras Aparat
Parlemen ASEAN Soroti Demo Indonesia, Kecam Tindakan Keras Aparat
Internasional
Pria di China Bobol Rumah, Ambil Darah Korban untuk Redakan Stres
Pria di China Bobol Rumah, Ambil Darah Korban untuk Redakan Stres
Internasional
Museum Legendaris Van Gogh Belanda Terancam Tutup, Kurang Dana Rp 2 Triliun
Museum Legendaris Van Gogh Belanda Terancam Tutup, Kurang Dana Rp 2 Triliun
Internasional
Vietnam Naikkan Tunjangan Guru 70 Persen
Vietnam Naikkan Tunjangan Guru 70 Persen
Internasional
Korban Salah Tangkap Meninggal, Polisi Jepang Minta Maaf 4 Tahun Kemudian
Korban Salah Tangkap Meninggal, Polisi Jepang Minta Maaf 4 Tahun Kemudian
Internasional
Heboh Anjing Bertato di China, Dianggap Penyiksaan Hewan
Heboh Anjing Bertato di China, Dianggap Penyiksaan Hewan
Internasional
Kenya Sempat Ricuh karena Demo Pajak, Polisi Tembak Demonstran
Kenya Sempat Ricuh karena Demo Pajak, Polisi Tembak Demonstran
Internasional
Warga Gali Danau, Temukan Fosil Langka Nenek Moyang Buaya Berusia 200 Juta Tahun
Warga Gali Danau, Temukan Fosil Langka Nenek Moyang Buaya Berusia 200 Juta Tahun
Internasional
Jet Tempur Seharga Rp 3 T Jatuh, Pilot Telepon 5 Teknisi Saat Terbang
Jet Tempur Seharga Rp 3 T Jatuh, Pilot Telepon 5 Teknisi Saat Terbang
Internasional
Lukisan Legendaris 80 Tahun Hilang, Tiba-tiba Muncul di Iklan Rumah
Lukisan Legendaris 80 Tahun Hilang, Tiba-tiba Muncul di Iklan Rumah
Internasional
Arahan Membingungkan, Jet Bomber B-52 Nyaris Tabrak 2 Pesawat Sipil
Arahan Membingungkan, Jet Bomber B-52 Nyaris Tabrak 2 Pesawat Sipil
Internasional
Teror Ulat Pemakan Daging Manusia Hantui AS, Sudah 1 Orang Jadi Korban
Teror Ulat Pemakan Daging Manusia Hantui AS, Sudah 1 Orang Jadi Korban
Internasional
Sembunyi di Indonesia, 6 Buron 'Most Wanted' Sri Lanka Ditangkap
Sembunyi di Indonesia, 6 Buron "Most Wanted" Sri Lanka Ditangkap
Internasional
Sengketa Batu Mars Terbesar di Bumi: Laku Rp 86 M, Tak Jelas Milik Siapa
Sengketa Batu Mars Terbesar di Bumi: Laku Rp 86 M, Tak Jelas Milik Siapa
Internasional
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau