JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam rangka menuju peringatan Aksi Muda Jaga Iklim (AMJI), komunitas Penjaga Laut Indonesia mengajak anak muda ikut menanam mangrove, memungut sampah, hingga transplantasi karang.
Ketua Umum Penjaga Laut Indonesia, Aurelia Salsabila, yang akrab disapa Susan menjelaskan bahwa AMJI telah dilakukan sejak 2021.
Selama empat tahun belakangan, telah melaksanakan aksi di 2.225 titik seluruh Indonesia. Setidaknya, ada 126.192 anak muda yang terlibat dalam aksi tersebut.
"Ada 436 kolaborator sudah kerja sama bareng-bareng sama kami. Kemudian kami sudah menanam dan juga membagikan bibit mangrove dan pohon sebanyak 112.630 bibit. Kami mengumpulkan sekitar 61.815 kilo sampah," ungkap Susan dalam acara yang digelar di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, Sabtu (31/5/2025).
Baca juga: 70 Persen Anak Muda Pilih Perusahaan yang Peduli Lingkungan
Selain itu, Penjaga Laut Indonesia mengadopsi serta mentransplantasi 3.564 karang hingga melepasliarkan 160 tukik dalam kurun waktu 2021-2024. Aksi ini rencananya akan kembali dilakukan di 2025, dengan tema Aksi Kecil untuk Perubahan Besar. Puncaknya digelar pada 28 Oktober 2025.
"Nanti kami kolaborasi sama komunitas. Beberapa data aksi yang sudah kita lihat dari tahun-tahun sebelumnya ada kegiatan penanaman, clean up, kampanye, workshop lingkungan, transportasi karang. Kemudian juga ada pembagian bibit dan juga kelepasan tukik. Jadi teman-teman kolaborator bisa melakukan kegiatan-kegiatan ini," papar Susan.
Susan menuturkan bahwa kegiatan komunitasnya tak terbatas aksi di lautan saja, melainkan ikut berkontribusi pada isu iklim.
"Isu yang ada di aksi muda jaga iklim ini ada sampah, ekosistem, edukasi, kemudian kesadaran sosial, dan keadilan lingkungan, kanekeragaman hayati, karbon, dan juga deforestasi," imbuh dia.
Baca juga: Anak Muda Butuh Ruang Hijau, Mampukah Kota Masa Depan Menjawabnya?
Pada kesempatan tersebut, Founder Ocean Young Guards Foundation, Aidin Fitrah Bachtiar, turut membagikan pengalamannya membangun komunitas yang berfokus pada isu kalautan. Mulanya, Aidin mengaku tergerak lantaran motivasi dari sang dosen saat berkuliah.
"Awal mulanya kami ada dua gerakan. Pertama, kami melihat bahwa anak-anak sebenarnya sangat mudah untuk kita bisa terapkan namanya long lasting. Hal-hal yang biasanya mereka lakukan sehari-hari kalau ternyata mereka sudah dibekali dengan tentang environment, tentang jaga laut," papar dia.
Komunitasnya juga menjangkau masyarakat pesisir seperti nelayan. Kata Aidan, nelayan sangat bergantung dengan iklim untuk mengkap ikan. Perubahan iklim menyebabkan banyak nelayan kerap tak bisa melaut.
"Kami mau coba untuk bagaimana melihat konservasi laut menjadi alternatif mereka. Jadi kami coba mulai untuk bisa menjembatani mereka, terutama dari mangrove planting," jelas Aidan.
"Karena mangrove planting juga merupakan penyerapan karbon yang efektif. Jadi di Cirebon awal mulanya, saya bergerak untuk grassroots lebih dahulu untuk mengajak masyarakat lokalnya," imbuh dia.
Baca juga: Studi: Sampah Jadi Isu Lingkungan Paling Penting bagi Anak Muda
Dari situlah Aidan bersama komunitas menerapkan hal yang sama ke wilayah lain. Selain konsevrasi mangrove, pihaknya pun melakukan transplantasi karang serta menanam lamun.
"Kami juga melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya ecotourism, menonjolkan bahwa lautan adalah laboratorium alam. Jadi kita bisa belajar di alam, kami bisa mengajak adik-adik, mahasiswa, atau siapapun," tutur dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya