KOMPAS.com - Survei baru dari perusahaan jasa profesional global Deloitte mengungkapkan proporsi karyawan yang percaya bahwa perusahaan mereka sudah cukup mengatasi perubahan iklim dan keberlanjutan telah menurun hingga sekitar 38 persen selama beberapa tahun terakhir.
Laporan ini didasarkan pada survei yang diadakan dua kali setahun terhadap sekitar 20.000 responden dari 20 negara untuk mengkaji bagaimana kesadaran lingkungan dan perilaku terkait berubah dari waktu ke waktu.
Melansir ESG Today, Selasa (12/8/2025) hasil survei menemukan bahwa sebagian besar responden di seluruh dunia percaya bahwa perubahan iklim adalah keadaan darurat dan disebabkan oleh aktivitas manusia.
Mayoritas dari mereka juga melaporkan bahwa mereka pernah mengalami langsung peristiwa cuaca ekstrem.
Baca juga: Transisi Hijau Perusahaan, Pemahaman Karyawan Paling Fundamental
Secara keseluruhan, 65 persen responden setuju bahwa perubahan iklim adalah keadaan darurat.
Responden yang lebih muda sedikit lebih mungkin untuk setuju, dengan 68 persen dari kelompok usia 18-34 tahun menyatakan persetujuan, dibandingkan dengan 63 persen dari mereka yang berusia 55 tahun ke atas.
Hasil survei juga menemukan bahwa 75 persen responden percaya bahwa perubahan iklim disebabkan oleh manusia (antropogenik).
Angka ini relatif stabil selama beberapa tahun terakhir, berkisar antara 70 persen hingga 78 persen dalam survei sejak 2021.
Menariknya, menurut hasil survei, persepsi responden tentang iklim tampaknya memengaruhi pula perilaku dan sikap mereka di tempat kerja serta dalam hal konsumsi.
Survei tersebut lantas menemukan bahwa hanya 38 persen responden yang setuju bahwa perusahaan mereka telah cukup menangani perubahan iklim dan keberlanjutan. Angka ini menurun dari 45 persen pada tahun 2021.
Menurut survei tersebut, persepsi karyawan tentang keberlanjutan juga dapat memengaruhi pilihan pekerjaan mereka.
Baca juga: Survei: 88 Persen Perusahaan Nilai Keberlanjutan Itu Cuan, Bukan Beban
Sekitar seperempat responden melaporkan bahwa mereka telah mempertimbangkan untuk pindah pekerjaan demi bekerja di perusahaan yang lebih berkelanjutan atau perusahaan yang dampaknya terhadap lingkungan lebih kecil.
Proporsi yang serupa juga menyatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan posisi perusahaan terhadap isu keberlanjutan sebelum menerima tawaran pekerjaan.
Hasil survei juga menemukan bahwa pertimbangan iklim memengaruhi keputusan relokasi.
Sebanyak 50 persen responden melaporkan bahwa perubahan iklim akan menjadi kriteria dalam memilih tempat tinggal saat pindah nanti. Bahkan, 11 persen di antaranya mengatakan bahwa mereka sudah pindah atau berencana pindah karena dampak iklim.
Responden yang lebih muda secara signifikan lebih mungkin melaporkan bahwa pertimbangan iklim memengaruhi keputusan lokasi mereka.
Sebanyak 64 persen dari usia 18-34 tahun mengatakan dampak perubahan iklim membuat mereka memikirkan kembali tempat tinggalnya, dibandingkan dengan 52 persen dari usia 35-54 tahun dan 37 persen dari usia 55 tahun ke atas.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya