Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akses Kesehatan Berkelanjutan, Kunci Atasi Penyakit Pernapasan Kronis

Kompas.com - 21/08/2025, 16:24 WIB
Alek Kurniawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Bayangkan jika aktivitas sederhana, seperti berjalan kaki, menggendong anak, atau naik tangga berubah menjadi perjuangan berat karena napas terasa sesak.

Bagi jutaan penderita penyakit pernapasan kronis atau chronic respiratory diseases (CRD), kenyataan itu terjadi setiap hari. Penyakit ini membatasi gerak, menggerus kualitas hidup, dan sering kali membuat mereka merasa terpinggirkan dari perhatian utama layanan kesehatan.

Faktanya, menurut Global Burden of Disease Study 2021, hampir 470 juta orang di dunia hidup dengan CRD, dengan angka kematian mencapai 4,5 juta jiwa setiap tahun. Di Asia, jumlahnya lebih dari 65 juta orang, termasuk di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Vietnam.

Baca juga: Anak Asma Perlu Hindari Cokelat dan MSG, Ini Penjelasan Dokter...

Angka tersebut terus meningkat akibat polusi udara, kebiasaan merokok, dan paparan bahan berbahaya di tempat tinggal.

Meski prevalensinya tinggi, CRD belum menjadi prioritas utama kebijakan kesehatan di banyak negara. Akibatnya, pasien sering kali kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang layak, dari diagnosis hingga terapi.

Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Esra Erkomay menegaskan, solusi atas tantangan ini terletak pada pembangunan akses kesehatan yang berkelanjutan.

“Menjawab tantangan penyakit pernapasan kronis tidak bisa dilakukan secara parsial. Kita butuh sistem kesehatan yang tangguh, adil, dan mampu bertahan dalam jangka panjang,” ujarnya dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (19/8/2025).

Ketidaksetaraan layanan

Di Indonesia, penyakit pernapasan kronis kian mengkhawatirkan. Data 2021 menunjukkan prevalensi asma sebesar 2,35 persen, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) 1,88 persen, dan CRD secara keseluruhan mencapai 4,19 persen.

PPOK bahkan menempati peringkat keenam penyebab kematian terbanyak.

Kerugian ekonomi akibat PPOK diperkirakan melampaui Rp 1.499 triliun dalam periode 2020–2050. Namun, fasilitas kesehatan dan tenaga medis masih terkonsentrasi di perkotaan.

Baca juga: AI dalam Layanan Kesehatan Indonesia: Menyeimbangkan Inovasi, Regulasi, dan Kepercayaan Publik

Menurut Esra, kondisi ini menunjukkan betapa kesenjangan akses kesehatan masih nyata. Ia menekankan bahwa di layanan primer, pengelolaan penyakit kronis belum optimal.

“Baru sekitar 37 persen program yang berjalan efektif. Itu artinya, masih banyak pasien yang tidak mendapatkan penanganan sesuai standar,” kata dia.

Pentingnya akses berkelanjutan

Esra menilai, akses kesehatan berkelanjutan mencakup sejumlah aspek penting. Mulai dari ketersediaan alat diagnosis di layanan primer, penyediaan obat esensial di semua tingkatan, hingga konsistensi penerapan panduan klinis.

Selain itu, literasi masyarakat dan pelatihan tenaga medis juga harus diperkuat.

“Kita perlu memastikan masyarakat memahami pentingnya pengobatan jangka panjang, sekaligus mendukung tenaga medis agar mampu memberikan layanan berkualitas,” ujar Esra.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Swasta
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Swasta
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
LSM/Figur
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Pemerintah
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Pemerintah
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pemerintah
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
LSM/Figur
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Pemerintah
Sungai Jakarta 'Cemar Berat', Limbah Domestik Sumber Utamanya
Sungai Jakarta "Cemar Berat", Limbah Domestik Sumber Utamanya
LSM/Figur
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
Pemerintah
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
LSM/Figur
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
LSM/Figur
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
Pemerintah
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau