Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produksi Pangan Dunia Cukup, tapi Banyak yang Tak Sampai ke Masyarakat

Kompas.com - 28/08/2025, 16:24 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Earth com

KOMPAS.com - Dunia saat ini sudah menghasilkan makanan lebih dari yang dibutuhkan. Pada tahun 2020, lahan pertanian global menghasilkan kalori yang cukup untuk memberi makan 15 miliar orang.

Namun ternyata hanya setengah dari kalori tersebut yang benar-benar sampai ke piring masyarakat. Sisanya hilang menjadi pakan ternak, bahan bakar, atau kegunaan lainnya.

Sebuah analisis baru menemukan bahwa meskipun total produksi makanan meningkat pesat, jumlah kalori yang benar-benar tersedia untuk dikonsumsi manusia ternyata tumbuh jauh lebih lambat.

Antara tahun 2010 dan 2020, total kalori dari tanaman pangan meningkat hampir 24 persen. Namun, kalori yang sebenarnya dapat dikonsumsi manusia hanya meningkat 16 persen.

Baca juga: IPB Dorong Terwujudnya Sistem Pangan Berkelanjutan untuk Hindari Konflik Global

Mengapa bisa begitu? Masalahnya bukan terkait soal kurangnya lahan untuk memproduksi pangan, melainkan bagaimana kita menggunakannya.

Melansir Earth, Rabu (27/8/2025) penyebab terbesarnya adalah daging, khususnya daging sapi.

Dibutuhkan 33 kalori pakan untuk menghasilkan satu kalori daging sapi. Sementara itu, ayam, telur, dan susu jauh lebih efisien.

Para peneliti memperkirakan bahwa jika negara-negara kaya mengurangi konsumsi daging sapi dan lebih banyak mengonsumsi ayam, kalori yang dihemat bisa memberi makan sekitar 850 juta orang.

Selain faktor di atas, permintaan bahan bakar juga dinilai mengurangi pasokan pangan.

Pada tahun 2020, lebih dari lima persen kalori lahan pertanian dunia digunakan untuk etanol dan biodiesel. Minyak sawit dan jagung mendominasi pergeseran ini.

Bahan bakar hayati membantu mencapai target energi, tetapi justru mengurangi pasokan pangan. Lahan yang seharusnya dapat menghasilkan makanan untuk keluarga justru menghasilkan bahan bakar untuk mobil.

Setelah sebuah tanaman menjadi bahan bakar, tanaman itu sepenuhnya hilang dari sistem pangan.

Artinya, kalori yang tersedia untuk konsumsi menjadi lebih sedikit dan tekanan pada lahan pertanian menjadi lebih besar.

Baca juga: Reformasi Sistem Pangan Dunia Bisa Selamatkan Lahan Seluas 43 Juta Km Persegi

Dengan kelaparan global yang masih meluas, penggunaan lahan pertanian untuk menghasilkan bahan bakar menciptakan konflik langsung antara ketahanan energi dan ketahanan pangan.

Kalori yang hilang akibat pakan dan bahan bakar bukan hanya masalah pangan, tetapi juga masalah lingkungan. Menanam makanan telah mendorong deforestasi, menguras pasokan air tawar, dan menghasilkan hampir seperempat gas rumah kaca global.

"Ini adalah pengingat penting bahwa masalah yang kita hadapi dalam memberi makan 8 miliar orang saat ini dan bahkan beberapa miliar orang di masa depan bukanlah tentang batasan alam dan ketidakmampuan untuk memproduksi kalori yang cukup," kata Hannah Ritchie dari University of Oxford.

"Masalahnya adalah distribusi dan pilihan yang kita ambil tentang apa yang harus kita lakukan dengan kalori-kalori itu," tambahnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Swasta
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Swasta
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
LSM/Figur
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Pemerintah
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Pemerintah
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pemerintah
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
LSM/Figur
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Pemerintah
Sungai Jakarta 'Cemar Berat', Limbah Domestik Sumber Utamanya
Sungai Jakarta "Cemar Berat", Limbah Domestik Sumber Utamanya
LSM/Figur
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
Pemerintah
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
LSM/Figur
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
LSM/Figur
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
Pemerintah
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau