JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq mengkritik dampak ekspansi kebun sawit yang mencapai 17 juta hektar terhadap hilangnya keanekaragaman hayati.
Dampaknya terasa nyata, seperti yang terlihat di Provinsi Riau, dengan potensi kerugian yang belum teratasi.
“Dari 17 juta hektar, kita belum mendapatkan manfaat apapun dari kehilangan biodiversity kita,” ujar Hanif di Jakarta, Kamis (28/8/2025).
Baca juga: Ilmuwan Kembangkan Alternatif Minyak Sawit Ramah Lingkungan
Provinsi Riau memiliki daratan seluas 8 juta hektar. Sebanyak 4 juta hektar di antaranya telah beralih fungsi menjadi kebun sawit.
Namun, pembukaan lahan sawit ini menimbulkan pertanyaan krusial terkait nasib satwa liar ketika habitat mereka tergerus.
“Ke mana akan lari gajah? Ke mana akan lari orang utan? Ke mana akan lari harimau di sana?” tutur Hanif.
Baca juga: Kepala BRIN: Perlu Inovasi Benih Sawit Berbasis Genomik, Industri Harus Terlibat
Menurut Hanif, permasalahan itu belum terpecahkan secara komprehensif dalam upaya perlindungan keanekaragaman hayati. Kehadiran Indonesian Biodiversity Strategic and Action Plan, kata dia, sangatlah penting.
Ia berharap, upaya tersebut mampu memitigasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh hilangnya keanekaragaman hayati dan memastikan kelestarian lingkungan hidup.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya