Jakarta, Kompas.com - Krisis iklim mempengaruhi produktivitas dan kualitas produk hasil peternakan dan perkebunan.
Peningkatkan suhu akibat krisis iklim dapat menyebabkan penurunan nafsu makan sapi, yang pada gilirannya mengubah rasa susu dan mempengaruhi produk-produk turunan lainnya.
Selain nafsu makan menurun, krisis iklim berdampak langsung terhadap produktivitas, efisiensi penggunaan pakan, kebutuhan air, dan perilaku ternak merumput pada siang hari.
"Sudah produksinya sedikit, akhirnya rasanya susu berubah. Itu sampai ke keju juga. Di Brasil, rasa keju berubah gara-gara perubahan iklim," ujar Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, Franky Zamzani, dalam webinar Praktik Peternakan Berkelanjutan.
Menurut Franky, krisis iklim juga berdampak tidak langsung terhadap gangguan dalam proses produksi peternakan, memperburuk kualitas dan kuantitas pakan, serta mengakibatkan ternak rentan terinfeksi penyakit.
Baca juga: Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
Untuk menghadapi krisis iklim, perlu beradaptasi dengan mengintegrasikan kegiatan kehutanan, pertanian, dan peternakan (agro-silvopastura), yang menyediakan makanan dan perlindungan bagi ternak, sekaligus mengurangi dampak krisis iklim.
Apalagi, keanekaragaman hayati berperan penting dalam ketahanan ternak terhadap krisis iklim. Keanekaragaman hayati bisa membuat ternak lebih kuat dalam menghadapi suhu yang semakin panas.
Di sisi lain, kata dia, perlu pengembangan tanaman pakan ternak tahan iklim. Ia menilai, Indigofera zollingeriana dapat menjadi pilihan karena dapat menjadi sumber pakan yang mudah dibudidayakan.
Indigofera zollingeriana juga toleran terhadap kekeringan, dapat menahan erosi, serta mampu mengembalikan kesuburan tanah. Bahkan, Indigofera zollingeriana memiliki kualitas hijauan tinggi, memproduksi banyak biomasa, serta tahan terhadap serangan hama.
Peningkatan suhu akibat krisis iklim juga berdampak terhadap produktivitas perkebunan kopi Arabika. Tanaman kopi Arabika hanya tumbuh dengan baik pada suhu maksimal 18 derajat celcius.
"Kalau bicara kopi Arabika yang laku di dunia, di pasar ekspor. Itu punya tantangan harus, gimana caranya nih (menumbuhkan tanaman kopi Arabika), masa naik gunung lagi nanam kopi Arabika. Saya dengar dari teman-teman petani kopi," tutur Franky.
Baca juga: Mahasiswa IPB Latih Petani Olah Limbah Ternak Jadi Pupuk Organik Cair
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya