JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Konservasi Ekosistem Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Firdaus Agung, menyatakan pembiayaan berkelanjutan sangat dibutuhkan guna mencapai target konservasi nasional. Pemerintah menargetkan perlindungan 30 persen wilayah laut pada 2045 yang dikenal sebagai visi Marine Protected Area (MPA) 30x45.
“Keanekaragaman hayati laut Indonesia adalah aset dunia. Untuk menjaganya, kita membutuhkan sistem pembiayaan yang terintegrasi, yang menghubungkan dana publik, hibah donor, pembiayaan konsesional, dan investasi swasta dalam satu kerangka hasil yang nyata bagi alam dan masyarakat pesisir,” kata Firdaus dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).
Hal ini disampaikannya, dalam Indonesia Blue Finance Development Partners Roundtable Discussion, bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Pertemuan tersebut dirancang untuk memperkuat sinergi, memetakan potensi kolaborasi, dan merumuskan kerangka koordinasi pendanaan biru Indonesia.
Baca juga: Pertanian Mulai Terbatas, Menteri KP Sebut Pangan Biru Jadi Solusi Global
Sebab, pendanaan biru menghadapi tantangan berupa penyelarasan skala dan prioritas antar lembaga, donor, serta sektor swasta.
“Pembiayaan biru bukan sekadar tentang dana, tetapi tentang bagaimana kita memastikan laut tetap menjadi sumber kehidupan bagi generasi mendatang,” tutur dia.
Sementara itu, Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto, menekankan peran penting lembaga keuangan publik dalam menjembatani kebutuhan konservasi dengan sumber pembiayaan berkelanjutan. Pihaknya berkomitmen menjadi katalis dalam pembiayaan biru Indonesia.
"Melalui pengelolaan dana lingkungan yang transparan dan akuntabel, kami ingin memastikan bahwa pembiayaan tidak hanya berfokus pada konservasi alam, tetapi juga memberdayakan masyarakat pesisir sebagai pelaku utama ekonomi biru,” ucap Joko.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menggagas berbagai inovasi pembiayaan biru yakni penerbitan coral bond untuk rehabilitasi terumbu karang, pengembangan impact bond berbasis kinerja konservasi, dan skema parametric reef insurance yang memberikan dukungan cepat untuk pemulihan ekosistem pasca bencana alam.
Impact Investment Lead YKAN, Ahmad Baihaki, menuturkan bahwa Indonesia membutuhkan rancangan pembiayaan baru yang inklusif.
Sementara ini, YKAN dan Global Fund for Coral Reefs (GFCR) tengah mengembangkan inisiatif Biru Fund untuk menyalurkan pembiayaan campuran (blended finance) kepada usaha kecil menengah dan kelompok masyarakat pesisir di sektor ekonomi biru, menghubungkan tujuan konservasi dengan peningkatan kesejahteraan lokal.
Baca juga: Keasaman Laut Capai Ambang Kritis, Kesehatan Laut Dunia Memburuk
Menurut dia, Biru Fund terbentuk dari hasil kajian awal yang mengungkap masih terbatasnya dukungan bagi usaha rintisan berbasis masyarakat yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Program ini juga dilengkapi dengan pendampingan bagi para penerima dana agar usaha mereka dapat berkembang secara berkelanjutan.
"Melalui dialog ini, kami ingin memastikan bahwa mekanisme seperti coral bond, impact bond, Biru Fund, dan skema asuransi ekosistem berjalan searah dengan visi pemerintah, untuk memberikan manfaat langsung bagi kawasan konservasi dan masyarakat pesisir,” ungkap Ahmad.
Hee Sung Kim selaku Program Coordinator GFCR, mencatat berbagai bentuk dukungan yang diberikan para mitra internasional terhadap agenda konservasi laut Indonesia yang berada di jantung segitiga terumbu karang.
"Mendukung pembiayaan biru di sini bukan hanya merupakan investasi bagi Indonesia, tetapi juga bagi kesehatan lautan dunia. Tugas yang dihadapi sangat besar, sehingga diperlukan sinergi yang lebih erat antara pendanaan publik, donor, dan sektor swasta,” tutur Kim.
Forum itu turut menghasilkan kesepakatan awal yakni menyusun kerangka koordinasi pembiayaan biru Indonesia yang akan memetakan peran lembaga, prinsip sinergi pendanaan, serta mekanisme kerja sama antara investasi publik dengan swasta.
Para mitra bersepakat membentuk kelompok kerja pembiayaan biru untuk memastikan keberlanjutan dialog dan implementasi agenda bersama.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya