Oscar turut menyoroti hambatan regulasi lain, salah satunya larangan dari Bank Indonesia
terhadap institusi keuangan untuk memproses transaksi kripto. Padahal, di luar negeri, bank
telah mengintegrasikan layanan berbasis kripto dalam sistem pembayaran mereka.
“Di luar negeri, bank sudah bisa memasarkan produk-produk berbasis kripto, bahkan
terintegrasi dengan sistem pembayaran. Indonesia perlu mengevaluasi regulasi agar tak
tertinggal dari negara-negara tetangga,” tambah Oscar.
Baca juga: Transaksi Kripto Turun, OJK: Tren Global, Investor Menahan Diri
Ia juga menekankan pentingnya literasi masyarakat dan selektivitas dalam memilih aset
digital.
“Indodax menghadirkan program edukasi gratis dengan tujuan utama bukan mengajak orang membeli kripto, melainkan membekali masyarakat dengan pengetahuan yang benar dan bertanggung jawab,” imbuhnya.
Meski demikian, Oscar menyadari bahwa keterbatasan regulasi masih menjadi tantangan dalam mengembangkan inovasi baru di industri kripto. Hal ini mencakup keterbatasan listing
aset dan keterhubungan dengan sistem keuangan nasional.
“Diperlukan adanya percepatan reformasi regulasi agar Indonesia kembali menjadi pionir
dalam industri kripto. Dahulu kita termasuk yang tercepat dalam pengaturan, tapi kini justru
tertinggal dari negara seperti Thailand dan Jepang," ungkapnya.